Untuk kesekian kalinya, perjalanan menginspirasiku akan banyak hal, meskipun saat itu aku sedang berada di ‘angkot’. Di perjalanan, kita bertemu banyak sekali orang, dengan isi pikiran yang berbeda, dengan ragam kecemasan yang berbeda, dengan pemahaman akan kehidupan yang berbeda.
Kalau bisa dirangkum, mungkin setiap hari yang aku lihat berawal dari supir angkot yang mengemudikan angkotnya. Lalu pedagang asongan yang sengaja memberi minuman kepada supir angkot demi mengharapkan seribuan. Lalu ibu-ibu penjual sayur da lidih atau kangkung di pinggir jalan depan pasar. Lalu anak sekolah berseragam yang menunggu angkot di pinggir jalan. Lalu ibu-ibu PNS dengan seragam coklat mudanya. Lalu wanita-wanita usia muda dengan rambut terurai dan alis yang tak lagi terbuat dari rambut. Lalu ibu-ibu muda berjilbab besar yang menggendong anak batita bermata bulat dan bening, mata paling jujur sejagad raya.
Terkesan sederhana, tapi dari merekalah aku justru banyak belajar. Dari penumpang angkot yang 95% nya tidak pernah kukenal. Pernah sekali aku bertemu seorang ibu tua yang terlihat cukup sehat, membawa sekantong obat bertuliskan clopidogrel. Aku tahu bahwa wanita yang sudah menopause beresiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskular, dan bila sudah terkena maka progresivitas dan keparahannya akan lebih memprihatinkan dibanding laki-laki. Aku cukup yakin bahwa pasti sebelumnya ibu itu mengalami masalah penyumbatan di pembuluh darahnya, -entah stroke, koroner, atau yang lainnya-
Pernah juga aku bertemu dengan dua orang ibu yang baru saja berkenalan di angkot (memang kemampuan sosialisasi ibu-ibu tak ada yang menandingi, terlebih jika mereka dalam kondisi senasib ^^). Bercerita tentang penyakitnya, berobat ke dokter siapa, diberi obat apa, ke rumah sakit mana, hingga melantur ke cerita anaknya yang berjualan nasi Padang di perantauan. Ibu yang pertama menceritakan bahwa ia mengalami Diabetes Mellitus dan sudah Hipertensi, berobat ke dokter E (dokter yang ahli menangani masalah diabetes di kota itu), dan pernah dimarahi karena tidak patuh dengan pengobatan. Ibu yang kedua seperti kompor yang ambigu, memanaskan kedua pihak, ikut-ikut menyalahkan dokter yang marah tapi juga menyalahkan ibu yang pertama karena lupa minum obat (terkadang ibu-ibu bisa begitu ya ^^)
Pernah juga aku bertemu dengan seorang ibu dan anak perempuannya yang masih TK. Dari sekian balita-batita-schoolkids yang pernah kutemui di angkot, anak ini yang paling berkesan! Ia terlalu mudah senyum! Kebetulan saat itu akulah satu-satunya penumpang, dan kemudian mereka berdua naik. Saat masuk pertama kali, anak itu melihatku dan tersenyum. Lalu saat duduk, saat aku berusaha curi-curi pandang kearahnya (kebiasaanku kalau melihat anak kecil super-imut, rasanya pengen mandangin terus sambil ngedoain ‘cepat gede ya dek, semoga panjang umur’) ia menoleh kearahku dan tersenyum lagi. Lalu saat turun, ia juga melihatku dan tersenyum lagi. Kalau ditotalkan, mungkin ada sekitar 5-7x ia senyum dalam waktu 1 menit ia berada di angkot!
Menurutku itu menakjubkan! Karena selama ini, sebagian besar anak kecil jika bertemu dengan orang yang belum dikenalnya, ia akan menatap orang tersebut dalam-dalam, seperti ingin tahu, dan ia akan mulai tersenyum jika orang itu lebih dulu senyum padanya. Tapi anak ini berbeda, karena ialah yang lebih dulu tersenyum kepada orang disekitarnya. Ini benar-benar hal sepele, tapi tak semua orangtua berhasil membuat anak kecilnya seramah itu kan?
_____________________________________________________________________________
_____________________________________________________________________________
Angkot itu seperti miniatur dunia. Di dunia ada banyak hal baik dan hal buruk. Lalu hal buruk di angkot? Tentu saja ada! Dan mungkin bagi sebagian orang, hal buruk inilah yang paling membekas dipikirannya. Ibu-ibu yang memangku anaknya kecilnya sebagai alibi, sosok seperti mahasiswa yang membawa buku besar sebagai alibi –> untuk mencopet ; angkot yang berhenti mendadak seenaknya ; angkot dengan musiknya yang memekakkan telinga ; angkot yang melaju kencang dan menyenggol kendaraan lain ; dan perangai-perangai buruk angkot lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu-satu.
That’s life! Exactly like an angkot!
Orang-orang dikehidupan kita datang dan pergi silih berganti. Ada orang baik yang singgah untuk memberi keteladanan. Ada orang buruk yang singgah untuk memberi pelajaran. Bahwa ini adalah dunia. Bahwa ini bukan surga. Bahwa hal buruk memang harus ada dan harus terjadi untuk menyadarkan manusia akan hal baik yang telah ia telantarkan.
Layaknya kisah tentang penumpang angkot yang telah dipaparkan sebelumnya.
Dalam angkot, supir adalah pemimpin sekaligus pelayan. Ia yang punya kendali untuk membawa penumpang kearah yang ingin ditujunya. Ia yang -seharusnya- menjamin kenyamanan dan keselamatan penumpangnya. Jika supir bertindak diluar kewajaran (e.g mengemudi terlalu kencang) penumpang akan mengingatkannya.
Layaknya interaksi rakyat dengan petinggi negara.
Dalam angkot, ada (beberapa) orang yang sengaja mengajak berkenalan, sengaja berbuat baik, sengaja bercerita banyak, layaknya sudah mengenal lama, namun tangannya menyelip disela-sela saku teman bicaranya. Mencari sebuah benda persegi atau persegi panjang, untuk kemudian dijual atau dimilki demi mendapatkan rupiah.
Layaknya seorang teman bermuka dua kemudian menikam dari belakang.
That’s life! Exactly like an angkot!
0 comments:
Post a Comment