Sunday, August 12, 2018

[DAILY LIFE] Our Own Path



Untuk yang sebentar lagi akan beranjak keluar dari zona nyaman.

---------------------------------------------------------------------------------------

Oke. Disini kita akan belajar mengurus hidup sendiri-sendiri.

Ini tidak akan mudah. Kamu tidak bisa mundur karena ini sudah jatahmu. Kamu sudah mengantri secara tidak sadar. Kamu sudah tiba di masanya. Tidak ada jalan lain.

Ini tidak akan mudah. Kamu harus menutup mata dan menjadi budeg secara selektif. Kamu harus belajar memilih mana yang harus dilihat dan harus didengar. Kamu juga belajar berjalan di shirattal mustaqim-mu sendiri, dimana yang membuatmu teguh atas perjalanan itu hanyalah Tuhan dan dirimu sendiri. Tidak ada yang akan memegangi karena setiap orang cemas dengan perjalanannya masing-masing.

Keluar dari zona nyaman tidak akan pernah mudah. Semua akan terasa serba sulit mulai saat ini dan intensitasnya akan terus meningkat. Kamu dituntut untuk menyesuaikan. Untuk beradaptasi. Kalau tidak, kamu akan berakhir meloncat dari atap gedung itu.

Urusan hidupmu, terimalah saran-saran yang baik dari orang-orang terdekatmu, namun tolong pastikan bahwa keputusan-keputusan besar itu tercipta setelah percakapanmu dengan Tuhan diatas sajadah. Setelah doa-doa panjang yang kamu lirihkan disetiap malam. 

Tuntutan sosial itu mengerikan. Jika kamu adalah seorang sarjana dari suatu universitas ternama, maka sosial menuntutmu agar kamu bekerja dan mendapatkan upah yang sesuai menurut takaran mereka. Jika kamu seorang dokter, maka sosial menuntutmu untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, menjadi spesialis ternama, tanpa peduli anakmu dirumah tidak ada yang mengurusi. Jika pekerjaanmu di mata sosial bukanlah sesuatu yang menghujankan uang sekian karung, namun dilihatnya rumahmu bak istana, maka sosial akan menghujammu "pasti korupsi!" tanpa peduli bahwa kamu punya bisnis halal yang kamu usahakan diam-diam. Jika kamu adalah seorang wanita berusia kisaran 25-27 tahun, maka kamu akan dihujat pertanyaan "kenapa belum menikah?".  Jika kamu telah menikah lebih dari setahun dan belum memiliki keturunan, maka sosial akan menghujammu pertanyaan "kenapa belum ngisi?"

Sosial tidak akan peduli apa dampak dari pertanyaan yang mereka utarakan.

Tuntutan sosial itu mematikan. Oleh karenanya, dilarang menjalani hidup demi memuaskan sosial. Tuntutan mereka tidak punya batas. Mulut-mulutnya tidak bisa disumpal, mata-matanya tidak bisa ditutup, kaki-kakinya tidak bisa dijerat dari mendoktrinisasi manusia atas segala peraturan yang mereka buat-buat sendiri. 

Permasalahanmu akan bertambah variasinya. Tak lagi sekedar uang jajan habis, melainkan bagaimana cara menghasilkan uang dengan cara yang diridhoi-Nya. Tak lagi sekedar ketakutan menghadapi dosen killer, melainkan menghadapi atasan jahannam yang bisa memecatmu kapan saja.

Mulai titik ini, kesulitan akan semakin meningkat intensitasnya. Kamu harus kuat.

Dan jangan lupa, dekati Tuhan.

[SELF HELP] 22 MILLION IN 6 MONTHS!!



Complete series of Self Helps :
7. [SELF HELP] 22 MILLION IN 6 MONTHS!!

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Postingan ini bermula dari 'kejadian' pada tanggal 14 Juli 2018. Di suatu weekend yang cerah, dimana w iseng-iseng mengutak-atik aplikasi Money Manager di HP. Ngeliat pengeluaran bulan ini udah berapa dan masih cukup berbangga karena angkanya tidak sefantastis bulan sebelumnya. Tapi semua menjadi mengerikan ketika w melihat total pengeluaran tahunan. Dimana terhitung tanggal 1 Januari hingga 14 Juli 2018, I've spent a fcking 22 MILLION RUPIAHS.

Rp. 22.000.000 (dengan pembulatan). Sudah termasuk tiket pesawat PP Jakarta-Padang 2x. Sudah termasuk hedon beli buku di BBW. Sudah termasuk segala-galanya KECUALI UKT BUAT BAYAR KOAS PER SEMESTER yang angkanya sebaiknya tidak usah disebut. 

Memang setiap bulan angkanya beda-beda. Tapi kalo dihitung sama rata perbulan, berarti w sudah menghabiskan rata-rata 3 juta sekian perbulan.

ITU SETARA GAJI ISHIP. ALAMAK.

Dan untuk seorang anak manusia berusia 23 tahun, I think thats kinda abnormal. That's horrible.

Oke. Setiap orang punya baseline masing-masing. Setiap orang punya basic ekonomi yang berbeda. Mungkin 22 juta dalam 6,5 bulan buat some people out there adalah angka yang biasa aja atau bahkan so sedikit, mungkin skincare harian mereka aja sekelas SK-II yang harganya jutaan. Mungkin. But as for me, yang biasa-biasa aja. Yang gak setajir bule-bule arab, yang masi liat-liat harga menu makanan kalo lagi pergi hangout, yang masi kesel dengan harga Iced Tea yang 10.000 meanwhile jika namanya Teh Es harganya 3.000, yang satu-satunya skincare mehong yang dipunya adalah Bioderma Micellar Water 500ml seharga 341.000 yang dihemat makenya sampe 6 bulan,

...it matters. Really.

W udah 23 tahun dan perempuan dan anak pertama. Gimana cara w ngurusin perkara rumah tangga kalo pengeluaran buat w sendiri aja udah setidak terkontrol ini? Oke. Kejauhan mikirnya. Ntar kalo w iship dengan gaji 3jt an perbulan, dan langsung habis di setiap akhir bulannya, ntar modal dikehidupan selanjutnya mau minta darimana? Orang tua? Shame on me. Mungkin mereka bakal ngasih. Tapi dimana letak otak w? Di anus? 

Akhirnya w mulai berpikir panjang. Lebih panjang dari jalan Anyer-Panarukan. Ternyata ada banyak sekali hal dasar yang terkait dari sekedar mengatur keuangan.

It trains us to be more aware.

Belajar puasa duit.
Belajar teguh sama prinsip diri sendiri, ga ikut-ikutan orang.
Belajar menentukan skala prioritas, memilah mana yang urgent, mana yang not so urgent, dan mana yang ga penting sama sekali.
Belajar menjadi orang yang tidak impulsif.
Belajar menahan nafsu, ga semuanya harus diturutin.
Belajar nahan nafsu abis ngeliat beauty vlogger nge-review sebuah produk skincare muahal yang bikin muka licin kek lantai abis dipel, padahal skincare belasan ribu yang lo punya udah cukup bikin muka lo mulus kek pantat bayi.
Belajar nahan lapar ngeliat orang sebelah mesan buffet yang sekali makan ngabisin duit 260k meanwhile kita cuma mesen pecel lele 20ribuan.
Belajar menghilangkan stigma "ah kan sekali-kali." Iya, sekali-kali kalo dikerjain tiap hari jadinya berkali-kali. Beras sebiji kalo ditumpuk jadi sekarung. Berat.

Dan yang paling penting dan esensial lagi adalah belajar ikhlas untuk bersedekah ga pakai recehan. Ga usah pake standar tinggi-tinggi, gausah langsung nyoba sedekah 50ribu tapi abis itu nyesel dalam hati. Belajar ikhlas bersedekah dengan selembar duit 5ribu/10ribu tanpa mengambil kembalian sepeserpun aja kayaknya udah luar biasa.

Atau belajar membeli jajanan dari pedagang kecil yang sebenernya kita ga butuh, dari nenek-nenek renta yang udah bungkuk yang masih keliling kompleks jualan keripik cabe, demi tidak mengemis.

Ketika infaq/sedekah yang lo keluarkan ga sampe 1% total pengeluaran lo, ntar diakhirat ditanya Tuhan, mau jawab apa?