Sunday, September 3, 2017

[SELF HELP] Consistent, The HARDEST Battle

(photo source: shutterstock)


Complete series of Self Helps :
6. [SELF HELP] Consistent, The HARDEST Battle

-------------------------------------------------------------------------------------------


C : Bang, lagi apa?
A : Biasa. Job.
C : Oh.
A : Kenapa?
C : Aku boleh ganggu nggak?
A : Kenapa emangnya?
C : Mau curhat aja.
A : Sekarang banget?
C : Ya makanya aku tanya. Boleh apa nggak sekarang..
A : Berat banget?
C : Apanya?
A : Masalahnya?
C : Sama aku iya. Sama abang kayaknya nggak.
A : Emangnya tentang apa?
C : Tentang kehidupan.
A : Tumben. 
C : Serius niih..
A : Yaudah bentar ya. 10 menit lagi.
C : Ok.


A : Jadi gimana?
C : Nggg. Darimana ya mulainya.
A : ..............
C : Kok aku rasanya akhir-akhir ini gak becus banget ya bang?
A : Gak becus ngapain?
C : Gak becus ngurus diri sendiri.
A : Emangnya kenapa?
C : Rasanya susaaaaaah banget buat disiplin-konsisten-komitmen-istiqamah ngerjain sesuatu itu.
A : Oh. Itu toh.
C : Semuanya serba keteteran. Ini ga selesai. Yang itu ga kekejar. Shalat cuma formalitas. Rasanya kayak gabut dan hectic disaat yang bersamaan.
A : ...........
C : Rasanya kayak punya waktu yang cukup banyak buat ngerjain semuanya tapi sebenernya nggak. Akhirnya jadi santai-santai. Pas udah terdesak baru mintak mati. Stres sendiri. Stres yang harusnya ga terjadi kalo aku bisa lebih disiplin dikit. Bisa lebih paham kalo waktu yang tersedia itu sebenernya ga sebanyak yang aku kira.
A : Hmmm.
C : Aku seperti terlalu banyak ngabisin waktu yang objectively ga berfaedah. Awalnya seperti ngasih pembelaan atau reward ke diri sendiri, "gapapa, istirahat aja dulu. Nonton dikit." Rayuan '5 menit' yang menipu. Kalo udah begitu, fokusnya jadi berubah. "Ah, bisalah nanti PPT nya dikerjain pas mau tidur. Kan tinggal copas aja." / "Ah, bisalah ya nge-printnya besok pagi aja sekalian berangkat." Terus besokannya jadi panik sendiri. Jadi daily hypercortisolism.
A : .........
C : Solat itu bener-bener kerasa kayak buat menuhi kewajiban aja. Feel 'bertemu Dia' nya ga dapet lagi. Ngaji kalo pas lagi sempat aja. Amal yaumi yang lain? Jangan ditanya. Ga kebangun subuh, ga sempat sahur, gajadi puasa. Duha apalagi. Tahajud mengenaskan. Gimana ya. Rasanya menjalani hari itu kayak semacam formalitas aja. 
A : ..........
C : Padahal pemahaman aku rasanya udah pas. Checklist harian udah ada. Bener-bener tok, tinggal ngerjainnya aja. Visinya udah ada. Misinya yang ga jalan-jalan. Sekalinya mulai, ntar berhenti lagi. Membiasakannya, mendisiplinkannya, rasanya tu susaaaaah banget.
A : ............
C : Gimana tu bang? Kayak mana caranya?
A : Cara apa?
C : Ya ituuuu, yang aku ceritain panjang lebar barusaaaan.
A : Ooo.
C : ................
A : Bentar ya, abang minum dulu. Haus.
C : Heeh. Yang ngomong siapa yang haus siapa.


C : Udahan hausnya?
A : Udah.
C : ...............
A : Sebenarnya perihal konsisten-komitmen-disiplin-istiqamah itu masalahnya sederhana. Kamu lupa kalo kamu cuma numpang hidup sebentar doang di dunia. Kamu lupa kalo total waktu yang kamu punya di dunia bahkan tidak lebih dari 1 hari di Padang Mahsyar.  Kamu lupa kalo kamu ga punya waktu banyak dan atas jatah waktu yang sedikit itu, nanti kamu bakal disidang, kamu gunakan untuk apa waktunya, sesingkat apapun itu. Dan yang lebih parahnya lagi, kamu lupa kalo Dia Maha Melihat dan Selalu Melihat. 
C : ................
A : Udah.
C : Ha? Gitu doang?
A : Iya. Ngapain panjang-panjang. Intinya juga sama.
C : ...............
A : ...............
C : ...............
A : Mangat ya!

Saturday, September 2, 2017

[FEELING] Akhirnya Patah Hati Juga!



Sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan jatuh juga. My blessed age -twenty two- akhirnya tercemari juga. Selamat! Belum pernah dapat 'pelajaran' ini sebelumnya kan, my soul?

Rite. I'm twenty two and just two month after the Day, for the first time in my blissful 8000+ days, akhirnya ngerasain juga yang namanya patah hati! Congbrokentulation!


Seriusan baru pertama kali?
Serius.

Baru pertama kali suka sama orang ya?
Nggak. Pertama kali aja waktu kelas 4 SD. Wkwk.

Lah, terus abis itu pasti ada suka juga ke yang lain, emangnya 'gayung bersambut' terus ya?
Nggak lah. Ada yang one-sided juga kok. 

Nah, kan pernah one-sided tu. Emangnya ga patah hati waktu itu?
Nggak.

Kok one-sided yang sekarang malah patah hati?
Ngg. Ermm. Karena yang ini one-sided rasa two-sided tapi ujung-ujungnya ternyata one-sided.


:(

Pelajaran kali ini lumayan berharga karena akhirnya aku tau how it feels like to be Karin, to be Nesa, to be Dewi, to be Kina, to be any of my friends yang pernah curhat karena patah hati berat. Kesalahan mereka saat itu adalah mereka curhat ke orang yang salah. Orang yang resisten sama rasa-rasa galau begituan. Empati sih. Tapi disisi lain batinnya ngomong, "yaampun sis kayak ga ada laki-laki lain aja." / "yaampun inilah resikonya suka sama yang baik ke semua wanita" / "masak gini doang kamu sampe nangis sih?" / "makanya jangan dengar lagu galau mulu"

Setidaknya, aku jadi paham dan bisa lebih memahami (sedikit) asal muasal lagu-lagu galau itu tercipta. Setidaknya, aku jadi tau gimana rasanya jadi mereka. 

Emang rasanya gimana?
Rasanya itu sama mengerikannya dengan masa-masa sulit saat skripsi bersama salah satu penguji mahadahsyat setahun lalu. Sama mengerikannya dengan 'mencair' saat tampil ilmiah hari Kamis tanggal 31 Juli kemaren karena ga sempat belajar dan gabisa jawab pertanyaan konsulen super mood-swing. 

Nggak ding. Nggak sama. Skripsi alhamdulillah telah usai dan ilmiah juga telah usai. Aku tidak akan mendadak sedih atau eksaserbasi lagi karena teringat masa-masa itu saat liat foto-foto koas di Bukittinggi atau saat liat foto bersama dr. Y sehabis ujian skripsi. 

Patah hati itu ternyata rasanya sesuram itu gais. Sesaat setelah kejadian X di hari itu, aku cuma diem aja. Masih dalam tahap denial. Kayak-kayak 'ga percaya' gitu. Dua-tiga jam kemudian rasanya makin berat. Gimana ya ngedeskripsiinnya. Sesak pokoknya. Akhirnya mulai ngechat seseorang, sebut saja namanya Karina (bukan nama samaran). Yang lebih buruknya lagi adalah hari itu ada acara besar di KKN kami (kejadiannya waktu aku lagi KKN cuy). Malam itu ada pagelaran seni dan aku tampil tari pasambahan yang mengharuskan aku untuk melancarkan senyum-senyum penuh kepalsuan didepan tons of audiens ckck. Setelah selesai barulah aku cek HP dan ternyata Karina sudah membalas dengan kata-kata yang semakin membuat sistem limbik ini remuk redam. Wkwk lebay. Tapi emang begitu rasanya, seriusan. Mana ini anak pake acara ngirim voice note suara dia nyanyi lagi. Itu tuh, lagunya Tiffany yang "Jangan Bersedih" itu. Duh. Berair jua lah mata ini sedikit jadinya.

Malam itu sangat-sangat nightmare. Tapi aku adalah orang yang healing by sleep. Besok paginya masih berat sih. Tapi udah lumayan berkurang. Dua hari kemudian rasanya udah healing sempurna. Waktu itu sambil nge-appreciate diri sendiri gitu. "Goodjob my soul, coping kamu masih bagus! Kamu masih normal. Udah ga broken lagi kan?"

Eh emang dasar teman-teman tukang kompor. Mungkin mereka ini adalah ujian dari-Nya. Untuk naik level itu memang harus ada ujian dulu ternyata. Untuk memastikan kita udah muv on itu harus dikompor-kompori dulu. Waktu itu biasa aja. Pas pulangnya jadi kepikir-pikir. Nyampe rumah malah jadi eksaserbasi. Didonlot jua lah akhirnya lagu-lagu Afgan dan Dygta itu. Kan duo penyanyi itu rata-rata genre lagunya gitu semua yak. Makin didenger makin remuk. Dasar wanita. 


Waw. Terus sekarang gimana rasanya?
Hari ini, tepat sebulan abis kejadian tersebut. Sekarang udah lumayan biasa aja. Emang bener, mencari kesibukan itu adalah solusi paling tepat, apalagi kalo kesibukannya ga perlu dicari-cari lagi, udah disodorkan didepan mata. Beuh, terimakasih Allah karena Engkau telah membuat goresan patah hatiku terhapus oleh kerasnya ombak-ombak koas, meskipun kadang-kadang tetap suka eksaserbasi singkat et causa gak sengaja mutar lagu-lagunya Afgan dan Dygta.

Nggak. Solusi terbaiknya adalah curhat sama Dia. Dan fixing your pemahaman bahwa ini tu ga ada apa-apanya. Dunia dan seisinya ini aja ga lebih berharga dari sebelah sayap nyamuk. Apalagi your broken heart et causa one-sided love? No no no. Objectively itu ga bener. Dunia ini cuma sementara, sandiwara pula. Boleh lah sedih dikit, patah hati dikit, beberapa menit aja. Beberapa jam lah paling lama. Jangan lebih sehari. Karena Dia udah sediakan malam sebagai tempat mengadu, kan?


*ngomong aja pandainya


Kata terakhir?
Too all of you my nicest reader, bagi yang belum pernah patah hati, beryukurlah. Tapi nyobain agak sekali boleh juga lah ya. Lumayan kan kalo denger lagu-lagu galau itu feel nya jadi lebih dapet.