Sunday, March 10, 2019

[DAILY LIFE] Dunno Whether This Brother Got Mad at Her or Not


A summary of dozens conversation ----

Le Sister:
After those countless gripes

Le Brother:
Itu mentality dek. Baguslah kalau kamu sadar kamu masih belum cukup matur. Kamu punya kekurangan. Trus selanjutnya kamu mau apa? Gak mau berubah? Ya gak harus sempurna. Dan memang ga akan ada orang yang sempurna yang bisa menghilangkan semua sifat jeleknya. Tapi Tuhan itu ngeliat hasil apa usaha? Usaha kan? Okelah. Kamu dah pengen ni. Tapi apalah arti pengen kalo gak dilakukan. Sama aja mental kamu kayak orang yang bilang "aku tak sanggup di neraka tapi tak pantas di surga". Emangnya Tuhan bikin opsi lain? Mau sampai kapanpun dimanapun opsi itu cuma ada dua. Ya atau tidak. Theres nothing in between. Pilih salah satu. Jangan labil. Dunia tu keras. Kamu dah besar. Kalau kamu rasa itu salah, ya perbaiki. Jangan jadiin pembelaan "aku orangnya emang gitu/aku emang pemalas/aku emang procrastinator/im a bad decision maker/dan ke bullshit-an lainnya." Tolonglah. Jangan manja. Kamu yang harus keras ke diri kamu sendiri, kalau gak dunia yang bakal keras sama kamu. Apalagi kalau kelabilan kamu itu sampai ke tahap merugikan orang lain.

Le Sister:
Facing the situations where some ppl left me out

Le Brother:
Jangan lebay. Setiap orang punya prioritas dan masalah masing-masing. Kamu itu cuma satu dari sekian urusan yang ada di kepala dia. Kalau kamu dikacangin ya pilihanya dua, dia memang sehectic itu, yang bisa bernapas aja udah syukur, atau kamu gak termasuk prioritas dia. Trus kamu termasuk yang mana? Ya gak usah kamu terka-terka. Itu bukan kapasitas kamu. Ngabisin waktu aja.

Le Sister:
Talking about quarter life crisis

Le Brother:
Ya wajar sih. Kan kita terbiasa disuapin. Abis SD ya SMP. Abis SMP ya SMA. Abis SMA bisa belok dikit, kuliah atau kerja atau not at all. Kalo kuliah, trus wisuda, trus selanjutnya siapa lagi yang mau nyuapin? Ga ada kan? Kamu yang nentuin kamu mau makan apa, kamu mau hidup kayak gimana. Makanya rata-rata pada pusing. Ya karna emang udah fasenya begitu dan suka gak suka kamu harus lewati.

Le Sister:
Talk about a person who gave up the half way

Le Brother:
Ya ngapain sih. Satu, jangan bucin. Ya meskipun abang tau emang udah kodratnya sebagian besar perempuan kayak gitu, perasaannya udah nyampe di gunung tapi otaknya masih ketinggalan di got. Lebih butuh emotional security daripada hal-hal realistis. Laki-laki beda dek. Dia tu mikirnya sampai "ntar ini anak gadis orang mau dikasih makan apa? Mau diajak tinggal dimana?"

Dua, kalau ada masalah tu ngomong. Jangan lari. Jangan nggantung. Learn to communicate. Yang kayak begini aja kalian secemen itu buat diskusi, gimana ntar mau bahas air PDAM mati? Genteng bocor? Uang les anak? Untuk perkara seumur hidup kayak gini, kalian gabisa main-main. Harus janji tidak ada yang boleh lari ketika kalian diujung tanduk. Karna tujuan nikah itu bukan buat cuma senggama doang kan? Kalian itu bakal jadi teman hidup masing-masing. Harus jadi partner yang saling bisa diandalkan. Kalau berat sebelah, bakal jadi gunung es. Abang jamin.

Tiga, laki-laki kok lemah. Masalah pride dan kepercayaan diri itu urusan masing-masing. Mau kamu berbusa-busa ngomong berusaha meyakinkan dia, tapi kalau dianya gak mau yakin sama diri dia sendiri, ya useless dek. Dan kalau gitu kebalik dong, kamu yang cowoknya dan dia yang jadi ceweknya. Harusnya vice versa kan? Seimbang. Melengkapi. Empowering each other. Gak ada cerita kamu lowering your quality just  for you being equal with him. Sampek kejadian abang coret kamu dari KK. Trus sekarang iya ngomongnya "gapapa kok I'll help you as much as I can". Tapi mau sampai kapan? Kamu tu punya limit dek, karna kamu manusia. Selapang-lapangnya hati manusia, dia punya pagar. Kadang kitanya aja yang suka ga peka sebenarnya kita itu udah mencapai limit apa belum. Ujung-ujungnya zhalim sama diri sendiri.

Tapi meskipun abang bilang begitu, I cant judge and I dont have rights untuk melarang-larang kamu. Itu hanya pertimbangan dari abang. Keputusan tetap ada di kamu. Ada kok orang yang di PHP in 2 tahun dan dia tetap bertahan dan karena kebertahanannya itu mereka justru nikah dan malah live a happy life.

Nah, trus kamu jadi bingung kan, mau bertahan atau mau stop dari awal sebelum attachment kamu sama dia makin kuat dan pada akhirnya untuk melepas pun harus berkorban air mata lima liter? Telaah lagi, se worth it apa dia untuk kamu tunggu? Apa hal baik yang ada pada dia yang objectively gak kamu temukan di orang lain? Last step, ambil wudhu, istikharah. Shalat kamu dek. Pasti itu ketemu jawaban. Langsung dari Tuhan.

Le Sister:
*tearin up, gettin emotional

Le Brother:
U're my holy and only sister so It's my lifetime duty to teach and guide you the proper things. Gak usah sok terharu. Ambilin minum dong haus nih daritadi ngoceh mulu.

Sunday, March 3, 2019

[DAILY LIFE] Overthinking


Somehow what makes living a nightmare is.. manusia suka sekali memikirkan hal yang sebenarnya bukan kapasitas dia untuk memikirkan itu.

Seperti misalnya hal-hal berbau takdir.

"Kapan aku mati?"

Ah. Ini tidak tepat. Jarang yang mikir 'kapan ya aku mati?' Seringnya adalah mereka pada minta mati atau bunuh diri saat itu juga. Iya, saat di puncak masalah.

"Ini udah bener ga si aku kuliah disini? Kok makin lama aku makin hilang minat."

Hmm begini. Tuhan nyediain sebuah fasilitas khusus bernama shalat istikharah. Kalau hal ini terdengar asing, maka jangan lupa, ada juga sebuah fasilitas umum bernama doa. Sebuah sarana penyampaian kesan, pesan, komplain, permintaan, dan hal-hal egoistik lainnya, langsung kepada Tuhan. Ga pake perantara.

"Aku lolos ga ya kalo nyoba daftar kerja disitu?

Padahal yang perlu dia lakukan cuma isi formulir pendaftaran, ikuti tesnya, terus berdoa. Dah. Kelar. Ya jangan lupa juga persiapan buat tes nya kalik. Sarapan dulu sebelum tes juga perlu. Kalo keburu pingsan gimana mau ikut tes cobak.

"Aku jodoh ga ya ama dia?"


Padahal jauh sebelum dia mencuat dari vagina ibunya, diatas langit ketujuh sana, namanya sudah tertuliskan bersanding dengan nama lain. Gak jomblo.

...............................

Those paragraphs above seem practical and applicable. But reality surely aint ever easy.