Tuesday, April 23, 2019

[FEELING] Akhirnya Patah Hati Lagi! (dan Pelajaran Terbesar)

Demi alam semesta beserta seluruh isinya, w ga nyangka kalo segmen [FEELING] bakal nambah postingan dan sayangnya temanya bukan tentang proses lamaran dan sejenisnya, melainkan tentang brokenhearted lagi! Wuahahahaha.

Alangkah baiknya kalian membaca terlebih dahulu postingan dibawah ini:
[FEELING] Akhirnya Patah Hati Juga!

Sudah baca? Yak jadi begitu. I was this kind of person yang resisten dengan remeh temeh percintaan. Yang cuma bisa ngangguk-ngangguk pas dengerin temen curhat soal kerisauan hatinya e.c one-sided love dan hal-hal sejenisnya. Yang anti bgt lagu-lagu galau. Pokoknya big no. Ever.

Namun Allah berkata lain. "Jangan sombong kamu bocah!" So it happened, 2 bulan setelah ulang tahun yang ke-22 pada tahun 2017. Disini kasusnya adalah one-sided love rasa two-sided, tapi ujung-ujungnya ternyata one-sided. Belum terjadi apa-apa. W nya aja yang kegeeran. Kasarnya begitu lah ya.

Nah, gak lama abis itu, udah move on nih ceritanya. Tanpa ada orang baru. Tanpa ada pelarian atau sejenisnya (cielah gaya banget pelarian). Bener-bener fokus ama kehidupan diri sendiri. Eh tiba-tiba di suatu hari, lebih tepatnya di suatu malam, seorang teman baik, literally one of my bestfriend, yang ga pernah pacaran seumur hidupnya, yang katanya mo nyoba nyari partner hidup ntar-ntaran aja pas umur 25-27, yang pintar (lebih tepatnya, tipikal manusia-manusia pintar dan bernalar kencang tanpa perlu belajar), yang fokus dan ambis ke diri sendiri gitu lah pokoknya: menyatakan sesuatu yang membuatku kaget setengah mati.

Singkat kata, dia ingin menjalani sesuatu kearah yang serius dengan w.

Seumur-umur ga pernah w se deg-degan itu. Se-grogi itu sampe ga nafsu makan hingga besokannya, literally karna: 1. kaget, sangat tidak menyangka ini akan terjadi. 2. Bahagia lah tjoy! Ini cita-cita w banget dari dulu to marry a bestfriend. Yang gapake pdkt receh. Karena kita dah sama-sama tau kejelekan dan kebulukan masing-masing. W ga perlu jelasin ini itu lagi, ga perlu sok-sok an dandan biar cantik lagi, toh dia dah pernah liat ancurnya muka w pas ketiduran waktu dinas tengah malam. Apalagi waktu ngenalin ke Bunda. Trus bunda suka. Beuh. Senengnya bukan main. Beda emang rasanya menjalani kehidupan saat sendiri dan saat 'tidak sendiri' itu. Wkwkwkw. Emang dasar bucin. Hari-hari berlalu dengan bahagia. Mungkin karna basically he's one of my bestfriend, jadi bersama dia itu ga kayak pacaran. No cheesy thing! 

Sampai di suatu hari akhirnya dia meminta untuk rehat. Tanpa alasan yang jelas. Tanpa bertemu langsung. 

W langsung shock kardiogenik!

Waktu lunch bareng, w ngaku ke temen kalo lagi periode ga nafsu makan, padahal mah itu w broken-hearted sis! Maafkan saat itu w berbohong. Ga makan nasi 3 hari itu benar adanya. Namun beberapa hari kemudian tiba-tiba semua menjadi baik lagi. Kita kembali seperti biasa. Namun ini hanya bertahan sebulan. Setelah itu dia kembali mengeluarkan kata-kata pamungkasnya, lagi-lagi tanpa bertemu langsung.

"Mulai hari ini kita officially putus."

*mari mengheningkan cipta sejenak. Untuk mengenang arwah w yang waktu itu lenyap seketika.

Kali ini tanpa ba-bi bu. Dia benar-benar pergi. Satu hal yang pernah dia bilang, dia lebih baik mundur aja. Gatau mundur dari apa! Walaupun masih sering papasan di RS (yaiyalah, kan coassmate), we never talk. Lebih tepatnya, he never talked. Tidak ada sapaan ketika berpapasan. No communication, at all.

Tapi emang dasar wanita yah. Yang perasaannya udah nyampe Repubik Kongo, tapi otaknya masih ketinggalan di wc umum Indonesia. Masih w hubungin tuh. Kadang ngomong langsung, kadang lewat chat, ngomongin tentang pasien lah, tentang ilmiah lah. Pokoknya masih berusaha. Lebih tepatnya berusaha secara sepihak.

Ternyata nangis-nangis bombay karena diputusin itu nyata adanya gaes! Dan ga cukup sekali, tapi BERKALI-KALI. Sedihnya luar biasa. Akhirnya, ibarat sakit gigi. Yang awalnya karies, terus berlobang, nyampe ke saluran akar, muncul sakit yang luarbiasa, sampai akhirnya itu gigi mati, udah ga berasa lagi. Inipun demikian. Waktu itu w lagi nangis nih ceritanya. Eh tiba-tiba buka snapgram liat doi lagi hangout dengan teman-temannya dengan raut super bahagia. W yang biasanya tambah sedih kalo liat begituan karena kangen, eh yang sekarang tiba-tiba jadi marah sendiri. "Anjir lah ini w lagi nangisin dia sementara dianya lagi happy ama yang lain!" Dapat energi darimana w untuk berpikir seperti ini? Apa ini efek dari rasa sedih yang terlalu sering, kemudian bermutasi jadi rasa benci? 

Akhirnya w memblokir semuanya. Tentu saja bukan untuk memutus komunikasi, karna toh dia gabakal ngehubungin juga kan. Tapi untuk melindungi hati w yang udah osteroporosis, udah rapuh. Biar ga ngeliat-liat doi lagi. Biar ga ngarep doi tiba-tiba ngechat lagi.

Dan ternyata, who knows, ini sangat manjur! Proses move-on dan meng-iklas-kan meningkat secara signifikan! Mungkin ini bisa dicoba untuk teman-teman diluar sana yang mengalami hal yang sama. 

Oke. Sesi bercerita dicukupkan. Sekarang, mari kita refleksi diri. 


PELAJARAN 1:
Stop expecting! Berhenti menerka-nerka. Untuk w dan untuk teman-teman perempuan diluar sana yang suka wondering apakah perasaannya berbalas atau tidak, apakah dia bakal kembali atau tidak, lemme tell you what I found:


Actually, this may hurt a little. I'm sorry. You ask for advice from everyone: What is he thinking?  Will he come around? How could he not see how good this could be? 
They do their best, but when it steers into "let him go" space, you pivot. And you tell them something about him --about the situation-- that they don't understand. Truth is you're trying so hard to shape a future you have no control over that you're ignoring a reality that is. You haven't quite figured out that analyzing someone's actions or reactions or lack of actions-- is pointless. Your analysis don't change their mind. Or their hearts. Or their confusions. It doesn't make them show up or stay or love you. But it does something-- something big. It breaks you, love. Oh I know you think it's just thinking-- and that's what you do. But it's not. This type of overthinking is dangerous to your heart. And your self-esteem. And your confidence. It impacts your sense of identity and worth and hell, even your thoughts and your ability to be loved.


PELAJARAN 2:
Pernah w baca di sebuah buku, kira-kira intinya begini:


"kita selalu mengira bahwa logika diatas segalanya. Tapi pada kenyataannya di kehidupan sehari-hari, kita tak selalu bisa mengandalkan logika. 80% kehidupan itu pakai hati. Misalnya, ada seorang pembantu rumah tangga yang sudah renta, yang kerjanya jadi kurang maksimal. Kalau pake logika, maka bisa saja nenek ini kita pecat. Tapi coba pake hati, kalo kita pecat, kasian ga ama nenek ini? Yang kita gatau mungkin diluar sana anak-anaknya udah lupa ama dia. Mungkin ada cucu yang sedang dihidupinya dari uang hasil ia bekerja selama ini. Kita ga pernah tau."

Ini sangat menampar w waktu itu, yang orangnya sangat logic-oriented. Ternyata realitanya terbalik.

Namun ternyata, ada suatu urusan dimana kita SAMA SEKALI tidak boleh mengandalkan hati. This is it.

Awalnya aman nih karna bisa di represi atau dialihkan ke hal-hal positif, tapi ingat: represi gak sama dengan ikhlas. It builds a snowball, makin ditumpuk makin gede. One day pasti meledak, jadi kepikiran terus, jadi lupa sama tujuan hidup, jadi ga fokus untuk nge-upgrade diri sendiri, udah sampai ke level yang toxic untuk wellbeing kita, tapi masih dipertahankan dengan alasan masi sayang, masi kangen, masi segala-galanya, masih melibatkan hati dalam mempertahankan atau memperjuangkan sesuatu yang gajelas arahnya kemana, secara sepihak pula: Please, always listen to your head. Your heart is the reason you're so f*cked up.


PELAJARAN 3:
Secapek-capeknya kita curhat ama temen, dikasi dukungan dan segala macem, it will gives you no effect kalo kitanya sendiri ga ada niat buat bangkit. I found this somewhere:
No ones fixes you. You fix yourself. They just help you in the process by loving you and holding you, till you can finally say "I'm okay" and mean it.

Jadi, jangan direpresi. Sedihnya jangan diabaikan, tapi diterima, diabsorpsi, diolah, bahwa memang ini realitanya: ditinggalkan, diabaikan, tidak berbalas. Please understand that God is literally placing the right people in your life and taking the wrong ones away. Don't fight Him on that. He's putting things in your journey that's gonna enrich the result. Always trust the open & closed doors.

Let us read a beautiful reminder written by r3flectionism:


I've learn to not just live with the pain, I've also learnt to enjoy it. When I hurt, either physically or emotionally, I know I am growing. The very point of where the pain originates is the place from where my growth begins.When I pain, I know I'm being enforced with strength for tougher things to come. I know I'm being propelled faster to a life of eternal bliss. 
My Prophet has taught me that no thorn can prick me except that it will raise for me my status or forgive me my sins. It does hurt --terribly on most days-- but I've learnt to pacify my pain with the remembrance of Allah and the comfort of His love. I know that no matter how many times I'm subjected to it, I will always rise. With His help, there's no way the pain can destroy my spirit and the faith I have in Allah's plan. I know it for sure.


PELAJARAN 4:
Belajar sabar. Be patience darling, you're currently in the proccess of growing up. Again, lemme tell you what I found, a reminder from Yasmin Mogahed.


We live in a world where we want things immediately. But all around us, Allah teaches us a profound lesson, again-and again: everything is a process and takes time. 
Allah could have made a baby in a moment, but He designed it to take 9 months. A seed could have become a massive Oak in a day, but He designed it to take hundreds of years. The Prophet's mission could have been completed in a year or two. But, God designed it to take twenty three. 
You will not always see the fruits of your labor right away. Maybe not even in your lifetime. Don't get discouraged. All things take time. And to all things is a process you cannot speed up. Therefore, success is dependent upon patience.

Allah selalu punya 3 jawaban atas doa kita kan?:
1. Yes
2. Yes, but not now
3. I have a better plan for you

Semua orang bertemu dengan partner hidupnya di usia yang berbeda-beda. Di tingkat kematangan emosional yang berbeda-beda. Atau bahkan mungkin ditunda pertemuannya di dunia, tapi di surga. Jadi, ayok bersabar. Dan lagipula, bukankah udah janji Allah bahwa setiap kita diciptakan berpasang-pasangan? Bahkan sebelum kita lahir, udah ada kan nama pasangan yang tertulis di Lauh Mahfuz?

Hfft. Inilah lemahnya manusia, apalagi wanita. Ribet banget mikirin jodoh sementara dia lupa malaikat izrail datang mengunjungi setiap 21 menit.


PELAJARAN 5:


And when you choose a life partner, you're choosing a lot of things, including your parenting partner and someone who will deeply influence your children, your eating companion for about 20.000 meals, your travel companion for about 100 vacations, your primary leisure time and retirement friend, your career therapist, and someone whose day you'll hear about 18.000 times.

Tambah lagi ni. Partner bayar cicilan KPR, cicilan mobil, partner nyusuin anak tengah malam, belum lagi drama menantu-mertua. Karna menikah bukan hanya menyatukan 2 manusia, tapi juga 2 keluarga kan? 2 rombongan manusia dari latar belakang yang berbeda, yang menganut value yang berbeda, it ain't easy. Thanks to Jouska.id yang telah menyadarkan w bahwa kehidupan itu keras, apalagi kehidupan married  --yang berpotensi jauh lebih keras lagi--

_________________


Jadi, untuk teman-temanku out there, untuk diri w sendiri terutama:
masih mau make hati buat urusan seumur hidup begini? Masih mau make alasan 'terlanjur sayang'? Terlanjur banyak kenangan? Because when we fall in love, we only see what we choose to see. We ignore all those red flags. We're blindly stupid.


At last, lemme close this looong post with a beautiful words.
"Be the kind of person who helps others find the important things they've lost in life: their Deen, their smile, their hope, and their courage."


Selamat menikmati kegalauan, pals! Dan yang terpenting, selamat bertumbuh!

Friday, April 19, 2019

[MEDICINE] After 2 Years of Coasslyfe and The Lessons Learned



Pertama dan utama sekali mari kita buka postingan kali ini dengan mengucapkan: ALHAMDULILLAH AKHIRNYA (InsyaAllah) KELAR JUGAA

Meminjam perkataan seorang teman, ini adalah fase yang sama sekali ga cocok dengan pepatah "udah selesai aja euy, ga kerasa ya!" Beuh. Kurang berasa apa lagi bambaank? After million times of ups and downs, eh salah, lebih tepatnya after million times of carut marut, tsunami ini akhirnya terlewati juga.

Baiklah. Pada hari Kamis tanggal 18 April 2019 pukul 23.55, di hari ke 8.728 aku bernapas diatas bumi, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, maka sesi curhat kepada diri sendiri dan publik ini dimulai.


POIN PERTAMA: Koas adalah tempat yang sangat empuk untuk kehilangan karakter.

Disinilah semuanya bermula. Ibarat kita udah cantik-cantik pergi main ke dufan, mo ngantri naik roller coaster. Pas baru naik masih cakep tuh. Masih positif, masih senyum-senyum deg-degan. Ditengah perjalanan, amblas semua. Rambut kusut, jilbab berantakan, perut mual-mual. Kalo mau diambil perumpamaan, mungkin roller coaster ini yang paling tepat. Bedanya sih kalo roller coaster beneran kan cuma sekian menit, lah ini 2 tahun! Kebayang ga sih itu udah semati apa?

Emang apanya sih yang susah dari koas itu?

Bukan belajar materinya. Ya ini susah juga tapi gak signifikan. Yang susah itu adalah  belajar jadi human beingnya. Belajar mengerti bahwa karakter setiap orang itu beda-beda. Yang baik didepan tapi ditusuk dari belakang? Ada. Jahat di depan maupun di belakang? Ada. Yang toxic? Banyak.  Yang kerjanya ngeluuuuh mulu? Buanyakk. Macem-macem pokoknya. Yang baik? Ada juga dong.

Tapi ada satu yang langka: yang consistently positive, dan membuat orang disekitarnya jadi terbawa positif. Dua tahun koas, aku cuma nemu 1 temen yang begini. Yang rajin, lembut, baik, pembawaannya tenang, mau dimaki-maki ama profesi sebelahpun tetap selo, dan yang terpenting: gak pernah ngeluh! (ini hebat sih). Role model banget pokoknya. 

Kembali lagi ke topik. "Kehilangan karakter". Kayak roller coaster tadi, pas mulai cakep, pas selesai belum tentu, yang ada malah muntah-muntah. Semua kepribadian, cita-cita, motivasi, kepositifan yang udah terpupuk bertahun-tahun sebelumnya, bisa ambyar, bisa amblas di dua tahun ini. Semua komponen manusia di rumah sakit ini memang sangat bagus untuk jadi sumber pembelajaran kehidupan, mulai dari dokter konsulen, residen, sejawat koas, profesi sebelah, CS, pasien, apalagi keluarga pasien! Semua jalan dilapangkan oleh situasi dan keadaan agar kita negative thinking dan bahkan negative acting. Diinjek ama profesi sebelah dan sanggup buat ga ngumpat? Kena dampak sejawat yang playing victim dan malah kita yang jadi jadi kambing hitam tapi masih teteup sabaar gitu? Dikata-katain ama keluarga pasien tengah malem disaat mata udah berat dan tenaga udah minus tapi masih bisa senyum? Bisa sih, tapi ga mungkin. Eh mungkin ding, kalau hatinya seluas surga dan neraka. Ibarat quick count pemilu sekarang, ini tuh baru 1% dari semua TPS se Indonesia. Ini tuh baru 1% dari semua ke-taik-an (eh maaf, ketidakbaikan) kehidupan 2 tahun terakhir. 

Belum lagi di umur-umur segini udah mulai pada quarter-life crisis. Kehidupan sekolah di RS yang melelahkan jiwa raga ini emang passion gua ga sih? Is this really what I want? Belum lagi ngeliat temen-temen jaman SMA-SMP-SD-TK dulu dah pada sukses dengan karirnya masing-masing. Lebih tepatnya, dah pada sukses jika dilihat dari postingan instagram mereka. I mean, we'll never know what literally someone's going through kan? Akhirnya jadi abulia sendiri. Gak minat. Gak semangat. Bayangin ya, menjalani koas itu aja udah berat, apalagi menjalaninya dengan perasaan gak minat, perasaan yang tidak baik, or even dengan kegalauan akan masa depan? Double or triple burden banget sih itu. 

Aku gimana? Beuh. Jangan ditanya. Lagi ga minat buka aib. Tapi kalo mo liat boleh juga sih, di twitter. Tapi twitternya digembok. WKWKWK. Artinya ya ga di open untuk the real public maemunaah.

It's hard to be our own self. Pressurenya masyaAllah luarbiasa. Yang tadinya sabar bisa jadi pemarah. Yang tadinya ikhlas bisa jadi manusia paling pengeluh sedunia. Yang tadinya highly motivated jadi abulia tingkat poseidon.

Emang butuh manusia-manusia baik lainnya untuk saling menguatkan. Dan yang paling penting, emang sangat butuh sekali Allah.


POIN KEDUA: Belajar berani

Ini mungkin pelajaran yang paling-paling signifikan untuk seorang Zahara yang dulunya pencemas ft. penakut tanpa ampun ini. Makanya dulu pas jaman skripsi, Allah langsung ngasih pengujinya itu sang master. Ibaratnya tuh manusia berwujud konsulen paling ditakuti 'anak sekolah' se-RSUP M Djamil. Diuji dengan ketakutan maha besar selama setahun penuh, 'sendiri'. Tapi itulah karunia Allah yang selalu kita ketahui belakangan, jadinya pas koas jadi ter-mindset "Ah aku pernah kok ngalamin yang lebih brutal dari ini, dan sudah berakhir dengan happy ending. Jadi selo aja ya." Walaupun ujung-ujungnya tetep ketakutan setengah mati juga. Wkwkw.

Itu baru ketakutan yang sifatnya small scale: takut nelpon konsulen, takut bicara ama konsulen, dan ketakutan serupa lainnya. Ada lagi ketakutan in a bigger scale: grogi ngomong depan orang banyak. Contoh sederhananya pas tampil ilmiah didepan teman-teman sesiklus. As for me, aku belajar banyak soal bicara depan umum ini pas siklus PH (Public Health). Pertama kali bicara dan publikasi di radio, pertama kali presentasi menyampaikan visi misi dan segala keperluan acara di sebuah kafe fancy di depan 20an CEO perusahaan buat nyari tambahan dana. Dan baru aja tadi, penyuluhan impromptu dengan nol persiapan didepan anak-anak SD yang ributnya minta ampun. Yang kudu teriak-teriak, yang harus ngolah bahasa jadi semenyenangkan mungkin biar ga dikacangin atau malah dijailin ama tu bocah-bocah.

Ternyata emang bener ya: buku bisa dibeli, tapi pengalaman itu priceless. But still, we need both. Pernah baca di suatu buku, sesuatu itu akan lebih kita ingat ketika ada 2 hal: ada 'rasa'nya (grogi dan keringat ngucur macem banjir bandang waktu presentasi depan manager-manager), dan ada kesalahannya (e.g salah ngomong pas di radio).

...........

If you ask me to spill the biggest lesson I've learned so far in past 2 years, then 2 poin ini adalah jawabannya. Ada lagi sebenarnya hal-hal lain, yang sudah pernah kusampaikan di postingan sebelumnya. Silakan berkunjung kembali jika berminat:


Sekian dulu untuk kali ini. Ditutup dengan closing speech yang ga nyambung ama topik diatas:
Setiap orang punya caranya masing-masing untuk bermanfaat.