Tuesday, December 6, 2016

[FRIENDS] 2nd: Hadiah Ulang Tahun untuk Nadya



“Hoi!”
                Bang Egi seperti biasa, muncul tiba-tiba dengan segelas besar lemon tea sambil menjitak (agak) keras kepalaku. Aku tak menggubris. Anak itu sudah biasa diabaikan.

                “Lagi bikin apa?”

                Aku malas menjawab. “Coba tengok aku lagi ngetik apa.”

                “Hmmm. Udah beres rumus sampelnya?”

                “Aku jadinya total sampling, bang!” Kataku sambil memelas. Kemudian baru saja teringat kalau aku belum mengabarinya sama sekali mengenai ini.

                “Demi apa, dek??? Lima ratus loh itu! Dikali dua jadi seribu! Mampus lah kamu, dek!”

                Aku menampuk kepalanya dengan bantal sofa, sangat keras. Bang Egi hanya tertawa, iya tertawa. Sangat keras. Terdengar sangat puas. Aku mendengus.

                “Emang ga boleh pake rumus, ya?”

                “Demi keamanan seisi bumi dan langit lebih baik aku total sampling bang. Macam abang lupa aja penguji aku siapa.”

                Bang Egi menyeruput lemon tea nya hingga tinggal separuh gelas.

                “Padahal aku udah banyak tanya sama kawan aku bang. Udah ngerecokin dia sering-sering buat nanyain rumus ini itu.”

                “Sama kawanmu yang kuliah statistik itu?”

                Aku mengangguk. Menekan tanda silang diujung kanan layar. Menampilkan wallpaper dengan foto aktor yang menurut mataku parasnya terindah sedunia, Kento Yamazaki. Baiklah. Aku terbuai. Terbuai wajahnya yang mashaAllah tampan. Pandanganku jatuh sekilas di kalender. Dan kemudian terhening.

                “BANG! Mampuslah aku! Kawan aku ni besok ulang tahun! Dua jam lagi udah ganti hari bang! Aku belum siapin apa-apa!”

                Ternyata aku lupa. Aku lupa bahwa bang Egi sedang khusyuk bersama lemon tea-nya saat aku menepuk pundaknya keras dan ia terjungkal ke depan. Tumpahlah sekian persen isi lemon tea tersebut ke lantai. Mampus. Bang Egi si maniak lemon tea bakal geram besar sama aku.

                “He-he-he-he. Maaf lah bang! Aku kaget beneran tadi. Coba kasih aku inspirasi mau ngapain bang. Nulis ‘selamat ulang tahuunn!! Semoga gini semoga gitu’ udah pernah bang. Nulis yang puitis-puitis gitu juga dah pernah bang. Aku mau edit foto terus di collage cantik-cantik, tapi kok rasanya kurang greget gitu ya bang. Karena menurut aku hadiah terbaik itu tetap tulisan dari hati bang!”

                Bang Egi menatapku, geleng-geleng, sambil melap serakan lemon tea di tempat kejadian perkara yang aku ciptakan. “Coba kamu bikin cerpen tentang dia. Daripada bikin cerpen isinya baper mulu pengen nikah.”

                “Cerpen? Kayak mana lah ceritanya itu bang? Aku bikin dia jadi pemeran utamanya? Nanti ujung-ujungnya cinta-cintaan juga bang!”

                “Dasar kepala jones! . Bikin kek tentang pertemuan dulu kalian kayak apa, apa pengaruh terbesar yang dia ciptakan sehingga kamu jadi alay kayak gini, atau kebaikan-kebaikan dia yang gak mungkin kamu lupain, atau apa kek gitu. Makanya kamu itu sekali-kali belajar dari keromantisan abang sama kak Dina.”

                Aku memeletkan lidah kearahnya. “Dia teman SMA aku bang. Tiga tahun aku sekelas sama dia. Pendiam gitu dia awalnya bang, eh ternyata aku salah kira. Ternyata dia bisa banyak ngomong juga. Oh iya, aku ingat! Dulu waktu kami kelas dua, ada acara kelas di lapangan, dia duduk paling belakang dekat pohon-pohon. Tiba-tiba ada ulat besar hinggap di jilbabnya bang!”

                “Kamu tu kayaknya gak ada memori buat nginget yang bagusan dikit ya! Yang diinget yang jelek mulu.”

                “Abis nyeremin banget bang. Ulatnya gede parah, keliatan berat gitu. Hiii.” Aku bergidik sendiri. Aku melanjutkan.

                “Terus apa lagi ya? Banyak bang! Kami sering cerita-cerita. Dia itu tipikal yang suka di bully gitu tapi dia baik hati macam malaikat, siang malam sama abang. Oh iya! Waktu kami liqoq terakhir, dia juga jatuh dari ojek bang! Kakinya kalau gak salah memar. Terkilir apa ndak ya? Lupa aku. Pokoknya kami panik banget waktu itu bang.”

                “O iya? Terus langsung dibawa ke RS waktu itu?”

                “Nggak bang. Karna rasanya waktu itu yang nampak memarnya aja. Jadi diobatin sementara sama kakak mentor kami. Terus abis itu lanjut ke Malibo Anai. Kami tukaran kado. Waktu itu aku nyiapin kado boneka Winnie The Pooh karena berharap yang dapat Nadya ini bang. Dia gilak kali sama Winnie The Pooh”

                Bang Egi mendengar dengan seksama  --Kejadian langka dengan prevalensi 5%-- “Terus gimana? Jadi dia yang dapat?”

                “Nah itulah bang! Ndak rezeki dia sayangnya. Winnie The Pooh-nya jatuh ke tangan kakak mentor aku.”

                “Hmm. Kasian ya.”

                “Padahal dia lulus loh bang di FK Unand. Tapi dia ambil di STIS jadinya. Tau ndak bang, senang kali aku bang waktu tau dia lulus FK Unand tu. Dapat kawan aku. Eh, kiranya ndak jadi. Sedih kali aku bang.”

                “Tapi kalau dia ndak di STIS, ndak bisa dia bantuin skripsi kamu kan? Ambil hikmahnya aja.”

                “Iya juga ya bang.”

                “Kalau dia di FK Unand, kamu ga bakal tau rasanya kangen sama teman itu seperti apa. Terkadang jarak bisa membuat kita paham apakah kita memang sedekat yang selama ini kita kira. Jarak bisa buat kita paham apakah setelah berpisah ini, dia akan menjadi teman yang saat jika kalian bertemu kembali, menjadi seseorang yang kamu tidak tahu harus mengobrol apa, bikin kamu gugup serasa bertemu teman baru, atau justru kamu akan berbicara seperti dulu yang biasa kalian lakukan. Yaah, kamu pasti ngerti maksud abang, kan?”

                “Tumben isi otak abang agak lumayan hari ini.” Aku memujinya, setengah hati. Separuh membenarkan. Separuh berjaga-jaga kalau narsisnya jadi akut.

                Bang Egi hanya diam. Waw, tidak sesuai ekspektasi. Baiklah, aku lanjutkan.

“Aku ketemu dia tahun lalu bang. Waktu aku tahun tiga, kalau gak salah. Kami masih ngobrol panjang lebar seperti biasanya bang! Malahan rasanya lebih heboh dari sebelum-sebelumnya. Kami pergi makan es krim mahal, pergi karaoke, kemana lagi ya? Banyak lah. Bahkan kami saling curhat-curhatan tentang akang imam masa depan! Dia ceritain kawan kampusnya. Aku juga ceritain cemceman aku. Benar juga kata abang, perasaan bertemu teman dekat yang udah lama gak ketemu itu luar biasa bahagianya bang. Duh, kangen aku jadinya sama dia!”

                “Atau kalau kamu ndak bisa bikin cerpen, coba kirim voice note. Nyanyi selamat ulang tahun. Atau telpon dia.”

                “Aku juga kepikiran itu tadi bang, tapi aku itu ada tendensi low self esteem gitu. Malu aku dengar suara sendiri di rekaman.”

                Bang Egi tertawa mengejek. “Cempreng sih. Wajar malu.”

                Aku menjitak kepalanya tanpa ragu-ragu. Bukankah hubungan antar saudara itu memang penuh akan kekerasan fisik?

                “Kamu mau tau apa hadiah yang paling dahsyat?” Tiba-tiba bang Egi terlihat lebih serius.

                “Apa emangnya?”

                “Doa. Diam-diam. Hanya kamu dan Dia yang tahu isi doamu untuk dia. Kalau mau lebih mustajab, di sepertiga malam terakhir di tanggal ulang tahun dia. Kamu doakan apapun yang terbaik yang kamu harapkan untuk dia. Karena wishes-wishes yang 'tertuliskan' kadang hanya serangkaian kata formalitas. Belum pasti sepenuhnya dari hati.”

                Bang Egi berkata bijak.  Ini kejadian langka. Aku bertepuk tangan demi mengapresiasinya.

                “Itu yang abang lakukan tiap kak Dina ulang tahun ya? Yang abang bilang romantis itu?”

                “Oh, jelas!” Bang Egi mengangguk mantap, pongah.

                “Okelah. Setengah jam lagi udah jam 00.00. Aku ke kamar dulu bang, siapa tau dapat inspirasi hadiah lain, selain ‘doa romantis di sepertiga malam terakhir di hari ulang tahun dia’ ala abang itu.”

                “Nanti kalau ke suami kamu hadiahnya harus beribu kali lebih romantis ya dek!”


                Aku mendecak bangga. “Oh, jelas! Sejuta kali lebih romantis dari yang abang lakukan ke kak Dina!”


_____________________________________________________________________________


Ps :
to one of the best people in my years, Nadya El Khair.
Happy 21 y.o! (Dec 6th 2016)
Doanya rahasia :D

Wednesday, November 9, 2016

[PROJECT] Questions No One Ever Asks (Part 5) UPDATED FIX


karena kesalahan teknis yang menyebalkan, postingan ini sempat diuji coba publish beberapa kali, jadii.. mohon maaf atas ketidaknyamanannya :"


In case kamu belum baca part sebelumnya, bisa lihat disini :)
Part 1 --> here
Part 2 --> here
Part 3 --> here
Part 4 --> here

..............................................................................................................
..............................................................................................................


21. Decisions are being made right now. The question is: Are you making them for yourself, or are you letting others make them for you?

1. Me :

If it's kind of decision regarding me, why should I let others making them for me?
I mean, I'll let others giving me some considerations, giving me any advices, but in the end, it'll be me to choose one, rite? 


2. Shelby M. Istiqomah :

We are not living alone btw, we all live in a society. No matter what you do, of course it will affect other people. So,when you make a decision, you should think of others as well. It doesn't mean someone else taking the decisions for you. You always make your own decision, even if you ask somebody to make it, then the decision is still taken by you. It's just that you have to think of others or asking other people opinion, but the decision still made by you.


3. Nadya El Khair :

(Updated soon)


4. Puspita Alwi :

Kalau keputusannya terkait diri sendiri biasanya gue akan mikir sendiri dulu, trus beberapa alternative yang terpikirkan coba ditanya ke orang-orang terdekat untuk bisa ngasih pertimbangan. Tapi pada akhirnya balik lagi yang tau diri kita ya kita,  dan keputusan harus kita yang ambil supaya nggak nyesel dan nyalahin orang lain kalau ternyata keputusan yang diambil salah. Tapi kalau keputusannya terkait orang banyak bisanya gue akan menampung dulu pendapat dari orang-orang dan memusyawarahkan keputusan yang diambil untuk kepentingan bersama.


5. Dhayika Anintia Besari :

Sejatinya setiap keputusan yang dibuat memiliki tanggung jawab bagi si pembuat keputusan. Jadi kenapa harus orang lain memutuskan segala sesuatu, terlebih hal tersebut terkait dengan diri kita sendiri. Toh dalam prosesnya hanya kita yang menjalani, kita pula yang bertanggung jawab atas segala konsekuensi. 

Hanya, mengapa kita tidak terbuka untuk menerima saran dari orang lain? Kadang saran dari orang sekitar justru lebih dapat menguatkan kita dalam memutuskan sesuatu. Sekarang tinggal pribadi kita dalam memilah mana saran yang akan kita pakai sebagai acuan dalam mengambil keputusan dan mana saran yang tidak kita ambil. 


NB : keputusan paling akhir harus selalu berasal dari diri sendiri.


6. Oktarina N. Anjas :

I tend to make a decision by myself after asking opinions from many people or read somewhere.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Keputusan tersebut untuk kebaikan bersama dan sebisa mungkin tidak hanya mementingkan diri sendiri. Adapun orang lain yang mengambil keputusan tersebut untuk kita, kita pun harus mempertimbangkannya karena mana tahu orang tersebut memilki pengalaman lebih akan keputusan yang dia berikan.



8. Rikardi Santosa :

Jujur, lebih sering membiarkan orang lain memutuskannya. Tapi tidak menutup kemungkinan juga saya membuat keputusan sendiri. Mungkin untuk keputusan-keputusan yang sifatnya general dan menyangkut khalayak ramai, saya lebih memilih orang lain memutuskannya. Alasannya beragam, mungkin karena takut atau kurang percaya diri salah satunya. Selagi menurut saya apa yang diputuskannya tersebut masih bisa saya terima, yaa no problem lah.


9. Anonim :

Aku biasanya ambil keputusan kadang sendiri, kadang pendapat dari orang.

..............................................................................................................
..............................................................................................................


22. Can there be happiness without sadness?

1. Me :

Sesuatu itu ada karena ketidakadaan dari sesuatu. Aku pernah baca: Hitam itu tidak ada. Hitam adalah ketiadaan dari warna. Gelap itu tidak ada. Gelap adalah ketiadaan dari cahaya. Kesedihan itu tidak ada. Kesedihan adalah ketiadaan dari bahagia.

Apakah bisa ada bahagia tanpa kesedihan? Guess my answer!

Bahagia 'tidak bergantung' pada keberadaan kesedihan.
Tapi kesedihan 'bergantung' pada keberadaan kebahagiaan.


(I hope you got my point).


2. Shelby M. Istiqomah :

Well I think happiness and sadness have correlation but sadness is not a precursor or necessity for experiencing happiness. One could be happy all the time without feeling sad at first. But, you can value happiness more when you already know how unpleasant it is to be unhappy, as actually sad is just another word for lacking of happiness.


3. Nadya El Khair  :

(Updated soon)


4. Puspita Alwi  :

Menurut gue nggak bisa. Hidup adalah rangkaian cerita, dan cerita itu nggak selalu bahagia.  Sedih dan bahagia adalah dua hal yang bersisian. Kalau kita tak pernah paham arti kesedihan bagaimana kita bisa paham arti kebahagiaan. Keduanya membangun emosi di dalam diri kita. Intinya hidup ini dinamis, dan kedinamisannya yang membuat kita mengenal berbagai emosi. Analogi lainnya adalah kayak lo mengenal orang, kalau lo nggak pernah ketemu orang jahat, gimana lo bisa tau ada orang baik. Mungkin lo akan mikir semua orang sama aja, itu sikap standar orang, dan nggak ada yang spesial dari itu. Begitu juga dengan sedih dan bahagia. Melalui kesedihan kita jadi mengenal arti kebahagiaan ketika kesedihan itu pergi. Mungkin kalau minat bisa baca ini juga : klik disini 


5. Dhayika Anintia Besari  :

Tidak.

Bagaimana kita tahu rasa bahagia jika tidak ada pembatas antara kesedihan dan kebahagiaan?


6. Oktarina N. Anjas :

I think happiness and sadness balance each other. That there's no happiness if that not compared with sadness. Same with there's no light when there isn't dark. How could you know you're happy when you never feel sad? 


7. Quarto Nanda Alfikri :

Jika kita tak pernah merasakan kesedihan bagaimana bisa kita tahu akan arti sebuah kebahagiaan? Kebahagiaan dan kesedihan sesuatu adalah yang tak dapat dipisah, mereka ada untuk melengkapi satu sama lain.



8. Rikardi Santosa :

Saya rasa tidak. Hidup menurut saya terus bergulir. Seseorang tidak akan selamanya berada di fase sedih, mungkin panutan analoginya ke surat Al-Insyirah: "bersama kesulitan ada kemudahan".

Lagipula kalo kesedihan itu tidak ada dimuka bumi ini, bagaimana cara kita menetapkan indikator kebahagiaan tersebut? 


Mungkin sama seperti kutipan di film spongebob "bersih tidak akan bersih tanpa kotor"


9. Anonim :

 Tidak, karena kita ga bakal tau rasanya bahagia kalau ga pernah sedih.

..............................................................................................................
..............................................................................................................



23. Do you say ‘yes’ too often when you really want to say ‘no’? Why?

1. Me :

Aku rasa ini terbalik. I said no too often when I wanted to say yes.

Kamu kenapa?
Nggak. Nggak papa kok.

Kamu sakit ya?
Nggak juga. Pusing sedikit aja.

Kamu marah ya?
Nggak kok. Biasalah itu mah.

Aku bawa bekal. Kamu mau nyicip? (by: orang yang baru dikenal) 
Nggak. Nggak papa. Lanjut aja.

Kamu suka ya sama dia?
Nggak kok. Nggak.

*eh?


2. Shelby M. Istiqomah :

If this question correlate to when people asking for help, especially at work, it's a total Yes. I was once a "Yes man" person, or...still. It seems very important for me to please everyone, to the point that I would feel resentfull and stressed because of it. I was afraid that everytime I said no, I would disappoint someone, make them angry, hurt their feelings or appear unkind. But now I've learnt a little bit that if my life depending on other's people approval, I will never feel free and truly happy. When we were child, we believe that saying no would be impolite, but we are adult now, we should now when we should say yes or no.


3. Nadya El Khair :

(Updated soon)


4. Puspita Alwi :

Hmm cukup sering. Biasanya ini berlaku buat hal-hal yang gue rasa menjadi tanggung jawab gue. Even kalau lagi lelah, gue akan susah untuk bilang nggak. Kenapa? Ya karena gue ngerasa pada awalnya gue udah memilih pilihan itu, dan at least gue harus usaha yang terbaik buat pilihan yang gue ambil. Salah satunya mungkin tanggung jawab di organisasi


5. Dhayika Anintia Besari :

 Terkadang iya. Misal, disaat saya harus menjaga perasaan seseorang.


6. Oktarina N. Anjas :

Since i am a bit reluctant and hot headed, i think i seldom say yes when i want to say no. I just straightly tell no, or silent.


7. Quarto Nanda Alfikri  :

Ya untuk ajakan/tawaran/peluang dalam mengerjakan sesuatu. Takut keputusan "tidak" yang ingin dikatakan bukanlah pilihan terbaik atau hanya diselimuti oleh rasa malas di saat itu


8. Rikardi Santosa :

Terkadang. Ada berbagai macam alasan. Contohnya kayak semacam "manenggang urang", lebih baik dan lebih aman berkata "ya" daripada tidak. ← play save aja


9. Anonim :

Seriiiing, aku orangnya ga enakan. Kalau misalnya bohong atau agak sedikit terpaksa, gapapalah demi bantuin orang.

..............................................................................................................
..............................................................................................................


24. Is it more important to love or be loved?

1. Me :

To love.
(Padahal sebenarnya pengen banget bikin be loved, wkwk).

To love itu kata kerja aktif. Be loved itu kata kerja pasif. To love itu usaha. Be loved itu hasil. Untuk mendapatkan sesuatu, bukankah kita harus mengusahakan yang terbaik lebih dulu? Misalnya, ketika kamu ingin dicintai oleh-Nya, kemudian Dia menyuruh para malaikat untuk mencintaimu, kemudian malaikat menyuruh penduduk bumi juga untuk mencintaimu, bukankah kamu harus mencintai-Nya lebih dulu? 



2. Shelby M. Istiqomah :

"Ada dua hal didunia ini. Menikahi orang yang dicintai, atau mencintai orang yang menikahi. Yang pertama hanyalah kemungkinan. Sedangkan yang kedua adalah kewajiban." -- Ustadz Salim A Fillah.

So, it's clear that TO LOVE is more important because "mencintai adalah kewajiban, sedangkan dicintai hanyalah kemungkinan", as you can't control how anyone else feels, it is more important to put your own energy in to loving. You have to feel what it is like to love someone before you can understand what an honor it is to be loved.


3. Nadya El Khair :

(Updated soon)


4. Puspita Alwi :

Dua-duanya penting. Kenapa? Karena itu kebutuhan dasar manusia. Kalau liat hierarchy of needsnya Maslow, kebutuhan untuk dicintai dan mencintai ada di dalamnya, dan manusia nggak akan bisa mencapai aktualisasi dirinya kalau nggak memiliki itu. Tapi kalau harus milih banget gue akan milih mencintai, karena pada dasarnya gue percaya bahwa bagaimana kita bersikap ke orang lain akan membuat orang itu juga bersikap yang sama kepada kita. Ini mencintai dalam konteks umum yaa. Sesuatu yang dari hati pasti akan sampai ke hati. 


5. Dhayika Anintia Besari :

Dicintai
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Lalu MENCINTAI.


6. Oktarina N. Anjas :

It's at the same degree.

It depend more on how much you love them and how much you appreciated the feeling of love. 


7. Quarto Nanda Alfikri :

Pernah dengar tapi ntah dimana dan dari siapa, "jika kau ingin dicintai maka cobalah untuk mencintai terlebih dahulu". Kalo dipikir-pikir kalimatnya ada benernya dan saya setuju akan hal tersebut.



8. Rikardi Santosa :

Hahaha hard question. Terimakasih atas pertanyaannya. Tapi sebagai manusia terhadap manusia maunya be loved. Hehehe. Wajarlah, capek juga kalo cuma mencintai aja (aseek).... Tapi kalo ke Tuhan, let's love Him with your whole-hearted.


9. Anonim :

Mencintai, aku ga suka dicintaiii.

..............................................................................................................
..............................................................................................................


25. If your entire life was a movie, what title would best fit?

1. Me :

Si Pengejar Ikemen.

This is My Own Life. Why Are You So Eager To Watch It?

Just mind your own.


2. Shelby M. Istiqomah :

I think it would be Para Pencari Ridho Allah. This movie will be a bit like sinetron 'Para Pencari Tuhan', just a movie of a normal daily life but the differences are the main actor is Kalila and the story is not mainly about her love life but how she found Allah and try to get Allah's bless in every things she do.


3. Nadya El Khair  :

(Updated soon).


4. Puspita Alwi :

Hmmm apa ya? Anaknya nggak kreatip soal kayak gini. Dream Chaser kali ya. Kenapa? Karena anaknya suka dan percaya aja sama yang namanya mimpi.


5. Dhayika Anintia Besari :

Dora and Explorer.


6. Oktarina N. Anjas :

My Journey.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Who am I??



8. Rikardi Santosa :

Tidak ada. In fact life is not as simple as in movie or drama. Hidup punya cerita sendiri, alur sendiri, dan tidak sesederhana apa yang ada.  


Lagi pula film yang sering saya tonton itu film action, masak iya hidup saya dipenuhi tembak-tembakan dan bunuh-bunuhan. Ampun mas mbak saya bukanlah orang kriminal.


9. Anonim :

Ganteng Ganteng Serigala.


...........................................................................................................
...........................................................................................................


If any of you want to submit your asnwers, immediately share yours in comment box down below :))




Saturday, October 29, 2016

[PROJECT] Questions No One Ever Asks (Part 4) UPDATED




IT'S LATE (AGAIN) BUT WHAT TO DO.........

So much sorry kepada responden yang sudah mengirim jawabannya on time tapi ternyata postingan ini munculnya sangaaat telat, due to alasan-alasan yang tidak mungkin bisa disebutkan (internal maupun eksternal), in simple words, let's say life treats me quite hard lately (and i'm not even joking). Semoga bisa dipahami :"

.............................................................................................................


'LEMONS' (ONLY FOR THIS WEEK)

1. The 'what ifs" and "should haves" will eat your brain.

2. Life is the most difficult exam. Many people fail because they try to copy others - not realizing that everyone has a different question paper.

3. An entire sea of water can't sink a ship unless it gets inside the ship. Similarly, the negativity of the world can't put you down unless you allow it to get inside you.

4. Apabila telah banyak dosa seorang hamba, dan dia tidak memiliki amalan yang dapat menghapuskannya, maka Allah timpakan kesedihan (kepadanya) untuk menghapus dosa-dosa tersebut darinya. (At Taubah, Ibnu Abi Ad-dunya, 130)


..............................................................................................................


In case kamu belum baca part sebelumnya, bisa lihat disini :)
Part 1 --> here
Part 2 --> here
Part 3 --> here

..............................................................................................................
..............................................................................................................


16. 
What would people say about you at your funeral?

1. Me :

InsyaAllah di setiap pemakaman akan ada doa yang terucap, terlepas dari apakah doa tersebut "tulus dari hati" atau tidak, sekedar formalitas atau tidak.


Jika bukan doa?
Sebaik-baik manusia, tetap ada yang pro dan kontra terhadapnya. Even Rasulullah pun memiliki haters kan? (I mean, para orang-orang kafir yang menolak dakwah Rasulullah). Mungkin akan ada yang mengatakan rindu. Mungkin akan ada yang tersenyum puas dalam diam. Who knows?


2. Shelby M. Istiqomah :

Well, how would I know. I havent dead yet wkwk. Maybe : "Innalillahi wa inna ilaihiroji'un. She died smiling and sweet-smelling. She did it her way to deserve that. May Allah forgive her sins and brighten up her grave and lighten her punishment. I've rarely seen people that soooo happy to be dead, because she knows that she'll meet Allah and that's the only thing she wants and Allah grants it. This was one faithful girl. I've learnt so much from her."


What I write above, absolutely, is not what people would say if I'm dead as I am today. That's what I wish people would say, soooooo, so many things to do to make it happen. May Allah always show me the right path so I could die in peace and remembered as a helpful person.


3. Nadya El Khair :

Just simple. Aku hanya ingin orang-orang selalu mengingatku bahwa aku adalah orang yang baik. Bukan hanya baik dalam arti standar, namun lebih daripada itu. Aku ingin dikenang dengan meninggalkan karya, tidak harus meninggalkan karya dalam bentuk fisik (buku, dll), tapi berupa kebaikan-kebaikanku yang akan membekas pada kehidupan mereka. Semoga.. aamiin


4. Puspita Alwi :

Apa yang akan orang katakan tentunya tergantung pada bagaimana kita bersikap selama hidup. Tapi kita tidak akan bisa memprediksi apa yang akan orang pikirkan tentang kita nantinya. Karena semua ini adalah masalah persepsi. Mungkin selama hidup kita sudah berbuat baik, akan tetapi belum tentu hal baik yang kita lakukan dipersepsikan secara sama oleh orang lain. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang membentuk persepsi seseorang, dan akan berbeda proses pembentukannya di setiap individu. Akan tetapi secara umum gue pribadi ingin orang-orang mempersepsikan sosok gue secara baik hingga di akhir nanti.


5. Dhayika Anintia Besari :

Hingga saat ini saya belum tahu bagaimana cara orang lain menilai saya. Jadi saya tidak tahu apa yang akan orang katakan tentang saya di pemakaman nanti. Yang jelas di alam sana saya selalu menunggu orang-orang dengan penuh kasih untuk mendoakan saya, berharap saya selalu dijauhkan dari segala siksa-Nya.


6. Oktarina N. Anjas :

I don't even know who will be willing to attend my funeral beside my family, but I wish with or without words, they're crying because of losing me.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Semoga dia terhindar dari azab kubur.


8. Rikardi Santosa :

Positive thinking aja. Tak taulah apakah nanti akan menggosipkan saya atau tidak. Semoga mereka mendoakan agar saya dilapangkan kuburnya, dijauhkan dari azab kubur, dan masuk surga.


At first mungkin ada dari mereka yang kaget atau tidak percaya atas kematian saya (-_-)


..............................................................................................................
..............................................................................................................


17. 
What is the single worst quality a person can have?

1. Me :

Seseorang yang tidak menjaga keutuhan fungsi dari Prefrontal Cortex/PFC-nya dengan baik. 
(Unless PFC-nya memang sudah ada gangguan dari lahir).

(Why? It will take up too much space explaining, so just google it if you want!)


2. Shelby M. Istiqomah :

Evildoers and proud with it.

"Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah ialah yang dijauhi manusia karena ditakuti kejahatannya". (Mutafaq'alaih)


3. Nadya El Khair  :

Sebenernya agak bingung dengan pertanyaannya. Tapi saya akan mencoba menjawabnya sepemahaman saya. Mungkin kurang disiplin yaa.. Setiap orang bisa menjadi pribadi yang tidak setia pada waktu. Apalagi di Indonesia. Bukannya maksud saya menyalahkan Indonesia, sebenarnya semua tergantung pada Individu tersebut, namun sebenarnya pola prilaku lingkungan juga bisa mempengaruhi. Jika seandainya tinggal di Jepang, dengan lingkungan yang serba disiplin, maka lama kelamaan akan membentuk pola hidupmu yang juga disiplin. Kemudian ketika kembali ke Indonesia, mungkin habit ini akan bertahan 1 sampai 2 bulan, namun akhirnya karena kondisi memaksa, akhirnya kita kembali lagi menjadi pribadi yang kurang disiplin. Tapi ini bukanlah sesuatu yang mutlak, semua kembali lagi pada diri masing-masing. So, selalulah komitmen untuk membentuk habit-habit positif!


4. Puspita Alwi  :

Salah satu sifat terburuk yang dimiliki individu adalah lupa bersyukur. Setiap individu memiliki needs dalam kehidupannya. Ketika satu need terpenuhi biasanya kita menjadi ingin mendapatkan need-need yang lain. Akan tetapi dalam prosesnya kita sering lupa, ketika ada need kita yang tidak terpenuhi, kita justru mengeluh. Padahal mungkin sudah banyak need kita sebelumnya yang sudah kita dapatkan dan kita lupa akan hal itu. Sifat ini jua yang sedang gue coba kurangi sedikit demi sedikit. Gue ingin belajar untuk lebih mensyukuri apa yang ada dihadapan gue sekarang.


5. Dhayika Anintia Besari  :

Pesimis.


6. Oktarina N. Anjas :

Dishonesty.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Dari setiap orang memiliki sifat yang berbeda. Begitu juga sifat buruk yang ia miliki.


8. Rikardi Santosa :

Busuk hati, tapi yang versi AKTIF-nya (dalam artian bisa mempengaruhi, mengganggu, merusak, atau menghancurkan hajat hidup orang lain disekitarnya).


..............................................................................................................
..............................................................................................................



18. Is it possible to lie without saying a word (includes messaging or similar)?

1. Me :

Yes. Definitely. 


2. Shelby M. Istiqomah :

Obviously yes, you can lie with sign language, thereby not "saying" a word wkwk. But if the question applies to both words and gestures, the answer still YES. Have you seen your mom smiling as nothing happened while in fact there're so many problems hanging around her head? Well, she's lying. Or deception (?). Or, have you ever heard about "Jangan menipu perasaanmu sendiri", when you like someone but you act like you don't like 'em because you cannot accept those feeling. Then, you lie to yourself. And you can lie with silence.


3. Nadya El Khair :

Ya. Mungkin saja.


4. Puspita Alwi :

Mungkin. Di psikologi gue selalu belajar bahwa ucapan bukan satu-satunya sumber untuk memahami seseorang, tapi yang lebih penting biasanya adalah bahasa-bahasa non verbal, seperti mimik wajah, sikap tubuh, dan lain-lain. Sangat mungkin untuk berbohong tanpa adanya kata-kata yang keluar. Contohnya ketika berada di hadapan orang, gue memperlihatkan ekspresi bahagia, akan tetapi sebenarnya lagi sedih dan banyak yang di pikirkan. Bahasa non verbal tidak hanya bisa jadi sarana untuk berbohong, tapi juga bisa menjadi alat untuk menguji apakah yang seseorang katakan benar atau tidak. Sebagai contoh: seorang laki-laki yang baru mengalami kecelakaan bisa saja mengatakan kalau dia sudah baik-baik saja, akan tetapi ketika kita observasi bahasa tubuhnya, ternyata dia telihat meringis, menggigit bibir, ataupun hal-hal lain yang menunjukkan kalau yang dikatakannya bohong.


5. Dhayika Anintia Besari :

Sangat mungkin.


6. Oktarina N. Anjas :

Yes. Vague gesture can lie without every single word out. It's like you make others think what do you want or expect them to think despite you being dishonest to them.


7. Quarto Nanda Alfikri  :

Mungkin, seperti kita terpaksa mengikuti atau melakukan sesuatu. Kita melakukannya tetapi yang tahu hati kita ikhlas atau tidak hanya kita sendiri.


8. Rikardi Santosa :

Bisa saja. Lewat pesan teks atau lewat bahasa tubuh juga bisa.



..............................................................................................................
..............................................................................................................


19. Do you think crying is a sign of weakness or strength?

1. Me :

Ada banyak sekali interpretasi dari satu tindakan, satu sikap, satu perlakuan. Ada banyak sekali kemungkinan alasan yang melatarbelakangi, dalam kasus ini 'menangis'. Hey! Jika ductus lacrimalis-mu tersumbat, air matamu tidak bisa mengalir ke saluran yang seharusnya, dan justru akan tertumpuk di mata. Then matamu akan penuh dengan air mata and people would say you're crying!


So, crying could be a sign of disease, distress, weakness, strength, happiness, feeling touched, and so on.


2. Shelby M. Istiqomah :

Neither. Crying can't define if a person being strong or weak. It's a physical response to an emotional state or to physical pain. I've dubbed as a crybaby once because I'm easy to cry. While watching sad movies or seeing little boy who sells stone in the roadside. Remember that our prophet Muhammad SAW once crying because he worried about his ummah. He raised up his hands and said "O Allah! My Ummah, my Ummah,'' and wept. Is he weak? Of course not. It's because his heart is very kind and soft.


3. Nadya El Khair :

Bisa jadi simbol antara keduanya. Simbol bahwa ternyata kita bukanlah makhluk sempurna, yang penuh dengan kekurangan, kelemahan, dan kesalahan. Ada Sang Maha Benar yang berkuasa atas jagad raya ini. Bisa juga sebagai simbol kekuatan, sebagai tanda bahwa setelah tetesan terakhir dari air mata itu, kita akan menjadi manusia yang sedikit demi sedikit lebih tegar daripada sebelumnya. Mencoba menjadi manusia yang lebih kuat menghadapi berbagai cobaan dari-Nya, sehingga membuat derajat kita naik di hadapan-Nya.


4. Puspita Alwi :

Menurut gue menangis bukan bentuk kelemahan selama kita punya reason kenapa kita menangis. Seperti yang gue tulis sebelumnya, menangis adalah bentuk katarsis seseorang, sarana untuk mengeluarkan emosi dan tekanan yang selama ini tertahan. Jadi menangis dalam batas wajar dan beralasan bukanlah suatu kelemahan. Apakah dia kekuatan? Gue akan bilang iya. Kenapa? Karena ketika menangis berarti emosi lo masih berjalan dengan normal. Tidak semua orang bisa menangis ketika seharusnya bisa menangis, contohnya pada orang-orang yang mengalami gangguan emosi.


5. Dhayika Anintia Besari :

Tergantung pada siapa kata menangis itu ditujukan. Kepada mereka yang hanya dengan sedikit masalah lalu berputus asa dan kemudian menangis, ini adalah kelemahan. 
Berbeda dengan mereka dengan menangis dan mencoba mengumpulkan kekuatan sebanyak mungkin. Bagi mereka dengan golongan ini terdapat nilai sakral dalam tiap tetes air mata.


6. Oktarina N. Anjas :

Depends. Crying, once in a while sometimes indicates the strength while crying in daily basis sometimes means a weakness.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Tidak semua, bahkan ada tangisan yang muncul dari perasaan yang sangat bahagia, tapi bagi saya tangisan lebih seperti ada penyesalan dan kesedihan.


8. Rikardi Santosa :

Bisa dua-duanya, tergantung kondisi. Kalo dalam kondisi yang sangat berat sekali bagi dia, masih fisiologis menurut saya. Tapi kalo 
menangis untuk hal-hal sepele, ya no comment saja.


..............................................................................................................
..............................................................................................................


20.Who are you really? Describe yourself without using your name, or any attributes given to you by God and society and really think. Deep down, who are you?

1. Me :

Currently I'm..

1. Seseorang yang sedang belajar memahami manusia -- apapun bisa terjadi karena berbagai alasan.
2. Yang sedang belajar agar status emosionalnya resisten terhadap perlakuan buruk dari luar.
3. Yang sedang belajar untuk sebenar-benarnya hijrah. 
4. Yang sedang belajar untuk bisa memaafkan seutuhnya.
5. (sometimes) a fierce debater.


2. Shelby M. Istiqomah :

Till I was in college, if people ask me who I am, I always answer "Aku Power Ranger Merah" wkwkwk. I dont know why I'm so obsessed being power ranger merah -_- Well, in fact, I'm nobody. Nothing special. Average. Living beings carrying dirt everywhere. A kid trapped in a grownup body because sometimes I still act childish and love to watch Adventure Time and The Amazing World of Gumbal. A sinful human and wanted to repent, trying to be better and closer to Allah everytime. Data Analyst enthusiast who can't code. Fairly simple to please and can move on from just anything. I'm a mix of things.

Wait a second, is it...me?


3. Nadya El Khair  :

Aku hanyalah abdi-Nya yang penuh dosa dan tidak tahu malu. Terlalu sering meminta pada-Nya dengan tidak tahu malu atas kualitas diri.


4. Puspita Alwi :

Menurut saya, saya adalah orang yang  memiliki semangat tinggi. Saya ingin mencoba melewati batas-batas diri saya. Akan tetapi terkadang saya insecure dengan beberapa hal yang saya memiliki concern terhadapnya. Saya terkadang tidak percaya diri, akan tetapi sangat beruntung berada di sekeliling orang-orang yang bisa memotivasi saya. Saya punya banyak impian yang secara perlahan sedang saya coba untuk gapai. Saya orang yang takut dengan pandangan orang lain terhadap saya, tapi di lain sisi merasa membutuhkannya untuk evaluasi diri.



5. Dhayika Anintia Besari :

Seseorang yang sedang menyusun bucketlist-nya satu persatu dan sedang berusaha memberi tanda contreng disampingnya.
Seseorang yang sangat jarang menagis bahkan terlihat keras, namun berubah emosional jika membahas tentang “beberapa hal”.



6. Oktarina N. Anjas :

A silent watcher. A deep thinker. Basically a dreamer who write.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Sesosok jiwa yang terombang-ambing dalam lautan kebingungan yang masih terus mencari pulau yang bisa dijadikan tempat berlabuh.



8. Rikardi Santosa :

Perkenalkan saya adalah orang innocent yang masih sering ngehayal, berimajinasi berlebihan, seseorang yang kadang terlalu mudah untuk percaya pada orang lain, masih sering malas, procastinator, dan kadang-kadang masih sering datang telat.



...........................................................................................................
...........................................................................................................


If any of you want to submit your asnwers, immediately share yours in comment box down below :))