In case kamu belum baca part sebelumnya, bisa lihat disini :)
Part 1 --> here
Part 2 --> here
Part 3 --> here
Part 4 --> here
..............................................................................................................
Part 4 --> here
..............................................................................................................
..............................................................................................................
21. Decisions are being made right now. The question is: Are you making them for yourself, or are you letting others make them for you?
1. Me :
If it's kind of decision regarding me, why should I let others making them for me?
I mean, I'll let others
giving me some considerations, giving me any advices, but in the end, it'll be me to choose one,
rite?
2. Shelby M. Istiqomah :
We are not living alone
btw, we all live in a society. No matter what you do, of course it will affect
other people. So,when you make a decision, you should think of others as well.
It doesn't mean someone else taking the decisions for you. You always make your
own decision, even if you ask somebody to make it, then the decision is still
taken by you. It's just that you have to think of others or asking other people
opinion, but the decision
still made by you.
3. Nadya El Khair :
(Updated soon)
4. Puspita Alwi :
Kalau keputusannya terkait
diri sendiri biasanya gue akan mikir sendiri dulu, trus beberapa alternative yang terpikirkan coba ditanya ke
orang-orang terdekat untuk bisa ngasih pertimbangan. Tapi pada akhirnya balik
lagi yang tau diri kita ya kita, dan keputusan
harus kita yang ambil supaya
nggak nyesel dan nyalahin orang lain kalau ternyata keputusan yang diambil
salah. Tapi kalau keputusannya terkait orang banyak bisanya gue akan menampung
dulu pendapat dari orang-orang dan memusyawarahkan keputusan yang diambil untuk
kepentingan bersama.
5. Dhayika Anintia Besari :
Sejatinya setiap keputusan
yang dibuat memiliki tanggung jawab bagi si pembuat keputusan. Jadi kenapa
harus orang lain memutuskan segala sesuatu, terlebih hal tersebut terkait
dengan diri kita sendiri. Toh dalam prosesnya hanya kita yang menjalani, kita pula
yang bertanggung jawab atas segala konsekuensi.
Hanya, mengapa kita tidak terbuka untuk menerima saran dari orang lain? Kadang saran dari orang sekitar justru lebih dapat menguatkan kita dalam memutuskan sesuatu. Sekarang tinggal pribadi kita dalam memilah mana saran yang akan kita pakai sebagai acuan dalam mengambil keputusan dan mana saran yang tidak kita ambil.
NB : keputusan paling akhir harus selalu
berasal dari diri sendiri.
6. Oktarina N. Anjas :
I tend to make a decision
by myself after asking opinions from many people or read somewhere.
7. Quarto Nanda Alfikri :
Keputusan tersebut untuk kebaikan
bersama dan sebisa mungkin
tidak hanya mementingkan diri sendiri. Adapun
orang lain yang mengambil keputusan tersebut untuk kita, kita pun harus
mempertimbangkannya karena mana tahu orang tersebut memilki pengalaman lebih
akan keputusan yang dia berikan.
8. Rikardi Santosa :
Jujur, lebih sering
membiarkan orang lain memutuskannya. Tapi tidak menutup kemungkinan juga saya
membuat keputusan sendiri. Mungkin untuk keputusan-keputusan yang sifatnya general dan menyangkut khalayak ramai, saya
lebih memilih orang lain memutuskannya. Alasannya beragam, mungkin karena takut
atau kurang percaya diri salah satunya. Selagi
menurut saya apa yang diputuskannya tersebut masih bisa saya terima, yaa no
problem lah.
9. Anonim :
Aku biasanya ambil keputusan kadang sendiri, kadang pendapat dari orang.
..............................................................................................................
..............................................................................................................
22. Can there be happiness without sadness?
1. Me :
Sesuatu itu ada karena ketidakadaan dari sesuatu. Aku pernah baca: Hitam itu tidak ada. Hitam adalah ketiadaan dari warna. Gelap itu tidak ada. Gelap adalah ketiadaan dari cahaya. Kesedihan itu tidak ada. Kesedihan adalah ketiadaan dari bahagia.
Apakah bisa ada bahagia tanpa kesedihan? Guess my answer!
Bahagia 'tidak bergantung' pada keberadaan kesedihan.
Tapi kesedihan 'bergantung'
pada keberadaan kebahagiaan.
(I hope you got my point).
2. Shelby M. Istiqomah :
Well I think happiness and sadness have
correlation but sadness is not a precursor or necessity for experiencing
happiness. One could be happy all the time without feeling sad at first. But,
you can value happiness more when you already know how unpleasant it is to be
unhappy, as actually sad is just another word for lacking of happiness.
3. Nadya El Khair :
(Updated soon)
4. Puspita Alwi :
Menurut gue nggak bisa.
Hidup adalah rangkaian cerita, dan cerita itu nggak selalu bahagia. Sedih
dan bahagia adalah dua hal yang bersisian. Kalau kita tak pernah paham arti
kesedihan bagaimana kita bisa paham arti kebahagiaan. Keduanya membangun emosi
di dalam diri kita. Intinya hidup ini dinamis, dan kedinamisannya yang membuat
kita mengenal berbagai emosi. Analogi lainnya adalah kayak lo mengenal orang,
kalau lo nggak pernah ketemu orang jahat, gimana lo bisa tau ada orang baik.
Mungkin lo akan mikir semua orang sama aja, itu sikap standar orang, dan nggak
ada yang spesial dari itu. Begitu juga dengan sedih dan bahagia. Melalui
kesedihan kita jadi mengenal arti kebahagiaan ketika kesedihan itu pergi.
Mungkin kalau minat bisa baca ini juga : klik
disini
5. Dhayika Anintia Besari :
Tidak.
Bagaimana kita tahu rasa
bahagia jika tidak ada pembatas antara kesedihan dan kebahagiaan?
6. Oktarina N. Anjas :
I think happiness and
sadness balance each other. That there's no happiness if that not compared with
sadness. Same with there's no light when there isn't dark. How could you know
you're happy when you never feel sad?
7. Quarto Nanda Alfikri :
Jika kita tak pernah merasakan
kesedihan bagaimana bisa kita tahu akan arti sebuah kebahagiaan? Kebahagiaan
dan kesedihan sesuatu adalah yang tak dapat dipisah, mereka ada untuk
melengkapi satu sama lain.
8. Rikardi Santosa :
Saya rasa tidak. Hidup
menurut saya terus bergulir. Seseorang tidak akan selamanya berada di fase
sedih, mungkin panutan analoginya ke surat Al-Insyirah: "bersama kesulitan
ada kemudahan".
Lagipula kalo kesedihan itu tidak ada dimuka bumi ini, bagaimana cara kita menetapkan indikator kebahagiaan tersebut?
Mungkin sama seperti
kutipan di film spongebob "bersih tidak akan bersih tanpa
kotor"
9. Anonim :
Tidak, karena kita ga bakal tau rasanya bahagia kalau ga pernah sedih.
..............................................................................................................
..............................................................................................................
23. Do you say ‘yes’ too
often when you really want to say ‘no’? Why?
1. Me :
Aku rasa ini terbalik. I said no too often when I wanted to say yes.
Kamu kenapa?
Nggak. Nggak papa kok.
Kamu sakit ya?
Nggak juga. Pusing sedikit
aja.
Kamu marah ya?
Nggak kok. Biasalah itu
mah.
Aku bawa bekal. Kamu mau nyicip? (by: orang yang baru dikenal)
Nggak. Nggak papa. Lanjut
aja.
Kamu suka ya sama dia?
Nggak kok. Nggak.
*eh?
2. Shelby M. Istiqomah :
If this question correlate to when
people asking for help, especially at work, it's a total Yes. I was once a
"Yes man" person, or...still. It seems very important for me to
please everyone, to the point that I would feel resentfull and stressed because
of it. I was afraid that everytime I said no, I would disappoint someone, make
them angry, hurt their feelings or appear unkind. But now I've learnt a little
bit that if my life depending on other's people approval, I will never feel
free and truly happy. When we were child, we believe that saying no would be
impolite, but we are adult now, we should now when we should say yes or no.
3. Nadya El Khair :
(Updated soon)
4. Puspita Alwi :
Hmm cukup sering. Biasanya
ini berlaku buat hal-hal yang gue rasa menjadi tanggung jawab gue. Even kalau lagi lelah, gue akan susah untuk
bilang nggak. Kenapa? Ya karena gue ngerasa pada awalnya gue udah memilih
pilihan itu, dan at least gue harus usaha yang terbaik buat
pilihan yang gue ambil. Salah satunya mungkin tanggung jawab di organisasi
5. Dhayika Anintia Besari :
Terkadang iya. Misal,
disaat saya harus menjaga perasaan seseorang.
6. Oktarina N. Anjas :
Since i am a bit reluctant
and hot headed, i think i seldom say yes when i want to say no. I just straightly
tell no, or silent.
7. Quarto Nanda Alfikri :
Ya untuk ajakan/tawaran/peluang dalam mengerjakan sesuatu. Takut keputusan "tidak" yang ingin dikatakan bukanlah pilihan terbaik atau hanya diselimuti oleh rasa malas di saat itu
8. Rikardi Santosa :
Terkadang. Ada berbagai macam alasan. Contohnya kayak semacam "manenggang urang", lebih baik dan lebih aman berkata "ya" daripada tidak. ← play save aja
9. Anonim :
Seriiiing, aku orangnya ga enakan. Kalau misalnya bohong atau agak sedikit terpaksa, gapapalah demi bantuin orang.
..............................................................................................................
..............................................................................................................
24. Is it more important
to love or be loved?
1. Me :
To love.
(Padahal sebenarnya pengen
banget bikin be loved, wkwk).
To love itu kata kerja aktif. Be loved itu kata kerja pasif. To love itu usaha. Be loved itu hasil. Untuk mendapatkan sesuatu, bukankah kita harus mengusahakan yang terbaik lebih dulu? Misalnya, ketika kamu ingin dicintai oleh-Nya, kemudian Dia menyuruh para malaikat untuk mencintaimu, kemudian malaikat menyuruh penduduk bumi juga untuk mencintaimu, bukankah kamu harus mencintai-Nya lebih dulu?
2. Shelby M. Istiqomah :
"Ada dua hal didunia ini. Menikahi orang yang dicintai, atau mencintai orang yang menikahi. Yang pertama hanyalah kemungkinan. Sedangkan yang kedua adalah kewajiban." -- Ustadz Salim A Fillah.
So, it's clear that TO LOVE is more important because "mencintai adalah kewajiban, sedangkan dicintai hanyalah kemungkinan", as you can't control how anyone else feels, it is more important to put your own energy in to loving. You have to feel what it is like to love someone before you can understand what an honor it is to be loved.
3. Nadya El Khair :
(Updated soon)
4. Puspita Alwi :
Dua-duanya penting. Kenapa?
Karena itu kebutuhan dasar manusia. Kalau liat hierarchy of needsnya Maslow, kebutuhan untuk dicintai dan mencintai
ada di dalamnya, dan manusia nggak akan bisa mencapai aktualisasi dirinya kalau
nggak memiliki itu. Tapi kalau harus milih banget gue akan milih mencintai,
karena pada dasarnya gue percaya bahwa bagaimana kita bersikap ke orang lain
akan membuat orang itu juga bersikap yang sama kepada kita. Ini mencintai dalam
konteks umum yaa. Sesuatu yang dari hati pasti akan sampai ke hati.
5. Dhayika Anintia Besari :
Dicintai
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Lalu MENCINTAI.
6. Oktarina N. Anjas :
It's at the same degree.
It depend more on how much
you love them and how much you appreciated the feeling of love.
7. Quarto Nanda Alfikri :
Pernah dengar tapi ntah dimana dan dari siapa, "jika kau ingin dicintai maka cobalah untuk mencintai terlebih dahulu". Kalo dipikir-pikir kalimatnya ada benernya dan saya setuju akan hal tersebut.
8. Rikardi Santosa :
Hahaha hard question.
Terimakasih atas pertanyaannya. Tapi sebagai manusia terhadap manusia maunya be loved. Hehehe. Wajarlah,
capek juga kalo cuma mencintai aja (aseek)....
Tapi kalo ke Tuhan, let's love
Him with your whole-hearted.
9. Anonim :
Mencintai, aku ga suka dicintaiii.
..............................................................................................................
..............................................................................................................
25. If your entire life
was a movie, what title would best fit?
1. Me :
This is My Own Life. Why Are You So Eager To Watch It?
Just mind your own.
2. Shelby M. Istiqomah :
I think it would be Para Pencari Ridho Allah. This movie will be a bit like sinetron 'Para Pencari Tuhan', just a movie of a normal daily life but the differences are the main actor is Kalila and the story is not mainly about her love life but how she found Allah and try to get Allah's bless in every things she do.
3. Nadya El Khair :
(Updated soon).
4. Puspita Alwi :
Hmmm apa ya? Anaknya nggak
kreatip soal kayak gini. Dream
Chaser kali ya. Kenapa? Karena anaknya suka dan percaya aja sama yang
namanya mimpi.
5. Dhayika Anintia Besari :
Dora and Explorer.
6. Oktarina N. Anjas :
My Journey.
7. Quarto Nanda Alfikri :
Who am I??
8. Rikardi Santosa :
Tidak ada. In fact life is not as simple as in movie or drama. Hidup punya cerita sendiri, alur sendiri, dan tidak sesederhana apa yang ada.
Lagi pula film yang sering
saya tonton itu film action,
masak iya hidup saya dipenuhi tembak-tembakan dan bunuh-bunuhan. Ampun mas mbak
saya bukanlah orang kriminal.
9. Anonim :
Ganteng Ganteng Serigala.
...........................................................................................................
...........................................................................................................
If any of you want to
submit your asnwers, immediately share yours in comment box down below
:))
0 comments:
Post a Comment