Wednesday, November 9, 2016

[PROJECT] Questions No One Ever Asks (Part 5) UPDATED FIX


karena kesalahan teknis yang menyebalkan, postingan ini sempat diuji coba publish beberapa kali, jadii.. mohon maaf atas ketidaknyamanannya :"


In case kamu belum baca part sebelumnya, bisa lihat disini :)
Part 1 --> here
Part 2 --> here
Part 3 --> here
Part 4 --> here

..............................................................................................................
..............................................................................................................


21. Decisions are being made right now. The question is: Are you making them for yourself, or are you letting others make them for you?

1. Me :

If it's kind of decision regarding me, why should I let others making them for me?
I mean, I'll let others giving me some considerations, giving me any advices, but in the end, it'll be me to choose one, rite? 


2. Shelby M. Istiqomah :

We are not living alone btw, we all live in a society. No matter what you do, of course it will affect other people. So,when you make a decision, you should think of others as well. It doesn't mean someone else taking the decisions for you. You always make your own decision, even if you ask somebody to make it, then the decision is still taken by you. It's just that you have to think of others or asking other people opinion, but the decision still made by you.


3. Nadya El Khair :

(Updated soon)


4. Puspita Alwi :

Kalau keputusannya terkait diri sendiri biasanya gue akan mikir sendiri dulu, trus beberapa alternative yang terpikirkan coba ditanya ke orang-orang terdekat untuk bisa ngasih pertimbangan. Tapi pada akhirnya balik lagi yang tau diri kita ya kita,  dan keputusan harus kita yang ambil supaya nggak nyesel dan nyalahin orang lain kalau ternyata keputusan yang diambil salah. Tapi kalau keputusannya terkait orang banyak bisanya gue akan menampung dulu pendapat dari orang-orang dan memusyawarahkan keputusan yang diambil untuk kepentingan bersama.


5. Dhayika Anintia Besari :

Sejatinya setiap keputusan yang dibuat memiliki tanggung jawab bagi si pembuat keputusan. Jadi kenapa harus orang lain memutuskan segala sesuatu, terlebih hal tersebut terkait dengan diri kita sendiri. Toh dalam prosesnya hanya kita yang menjalani, kita pula yang bertanggung jawab atas segala konsekuensi. 

Hanya, mengapa kita tidak terbuka untuk menerima saran dari orang lain? Kadang saran dari orang sekitar justru lebih dapat menguatkan kita dalam memutuskan sesuatu. Sekarang tinggal pribadi kita dalam memilah mana saran yang akan kita pakai sebagai acuan dalam mengambil keputusan dan mana saran yang tidak kita ambil. 


NB : keputusan paling akhir harus selalu berasal dari diri sendiri.


6. Oktarina N. Anjas :

I tend to make a decision by myself after asking opinions from many people or read somewhere.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Keputusan tersebut untuk kebaikan bersama dan sebisa mungkin tidak hanya mementingkan diri sendiri. Adapun orang lain yang mengambil keputusan tersebut untuk kita, kita pun harus mempertimbangkannya karena mana tahu orang tersebut memilki pengalaman lebih akan keputusan yang dia berikan.



8. Rikardi Santosa :

Jujur, lebih sering membiarkan orang lain memutuskannya. Tapi tidak menutup kemungkinan juga saya membuat keputusan sendiri. Mungkin untuk keputusan-keputusan yang sifatnya general dan menyangkut khalayak ramai, saya lebih memilih orang lain memutuskannya. Alasannya beragam, mungkin karena takut atau kurang percaya diri salah satunya. Selagi menurut saya apa yang diputuskannya tersebut masih bisa saya terima, yaa no problem lah.


9. Anonim :

Aku biasanya ambil keputusan kadang sendiri, kadang pendapat dari orang.

..............................................................................................................
..............................................................................................................


22. Can there be happiness without sadness?

1. Me :

Sesuatu itu ada karena ketidakadaan dari sesuatu. Aku pernah baca: Hitam itu tidak ada. Hitam adalah ketiadaan dari warna. Gelap itu tidak ada. Gelap adalah ketiadaan dari cahaya. Kesedihan itu tidak ada. Kesedihan adalah ketiadaan dari bahagia.

Apakah bisa ada bahagia tanpa kesedihan? Guess my answer!

Bahagia 'tidak bergantung' pada keberadaan kesedihan.
Tapi kesedihan 'bergantung' pada keberadaan kebahagiaan.


(I hope you got my point).


2. Shelby M. Istiqomah :

Well I think happiness and sadness have correlation but sadness is not a precursor or necessity for experiencing happiness. One could be happy all the time without feeling sad at first. But, you can value happiness more when you already know how unpleasant it is to be unhappy, as actually sad is just another word for lacking of happiness.


3. Nadya El Khair  :

(Updated soon)


4. Puspita Alwi  :

Menurut gue nggak bisa. Hidup adalah rangkaian cerita, dan cerita itu nggak selalu bahagia.  Sedih dan bahagia adalah dua hal yang bersisian. Kalau kita tak pernah paham arti kesedihan bagaimana kita bisa paham arti kebahagiaan. Keduanya membangun emosi di dalam diri kita. Intinya hidup ini dinamis, dan kedinamisannya yang membuat kita mengenal berbagai emosi. Analogi lainnya adalah kayak lo mengenal orang, kalau lo nggak pernah ketemu orang jahat, gimana lo bisa tau ada orang baik. Mungkin lo akan mikir semua orang sama aja, itu sikap standar orang, dan nggak ada yang spesial dari itu. Begitu juga dengan sedih dan bahagia. Melalui kesedihan kita jadi mengenal arti kebahagiaan ketika kesedihan itu pergi. Mungkin kalau minat bisa baca ini juga : klik disini 


5. Dhayika Anintia Besari  :

Tidak.

Bagaimana kita tahu rasa bahagia jika tidak ada pembatas antara kesedihan dan kebahagiaan?


6. Oktarina N. Anjas :

I think happiness and sadness balance each other. That there's no happiness if that not compared with sadness. Same with there's no light when there isn't dark. How could you know you're happy when you never feel sad? 


7. Quarto Nanda Alfikri :

Jika kita tak pernah merasakan kesedihan bagaimana bisa kita tahu akan arti sebuah kebahagiaan? Kebahagiaan dan kesedihan sesuatu adalah yang tak dapat dipisah, mereka ada untuk melengkapi satu sama lain.



8. Rikardi Santosa :

Saya rasa tidak. Hidup menurut saya terus bergulir. Seseorang tidak akan selamanya berada di fase sedih, mungkin panutan analoginya ke surat Al-Insyirah: "bersama kesulitan ada kemudahan".

Lagipula kalo kesedihan itu tidak ada dimuka bumi ini, bagaimana cara kita menetapkan indikator kebahagiaan tersebut? 


Mungkin sama seperti kutipan di film spongebob "bersih tidak akan bersih tanpa kotor"


9. Anonim :

 Tidak, karena kita ga bakal tau rasanya bahagia kalau ga pernah sedih.

..............................................................................................................
..............................................................................................................



23. Do you say ‘yes’ too often when you really want to say ‘no’? Why?

1. Me :

Aku rasa ini terbalik. I said no too often when I wanted to say yes.

Kamu kenapa?
Nggak. Nggak papa kok.

Kamu sakit ya?
Nggak juga. Pusing sedikit aja.

Kamu marah ya?
Nggak kok. Biasalah itu mah.

Aku bawa bekal. Kamu mau nyicip? (by: orang yang baru dikenal) 
Nggak. Nggak papa. Lanjut aja.

Kamu suka ya sama dia?
Nggak kok. Nggak.

*eh?


2. Shelby M. Istiqomah :

If this question correlate to when people asking for help, especially at work, it's a total Yes. I was once a "Yes man" person, or...still. It seems very important for me to please everyone, to the point that I would feel resentfull and stressed because of it. I was afraid that everytime I said no, I would disappoint someone, make them angry, hurt their feelings or appear unkind. But now I've learnt a little bit that if my life depending on other's people approval, I will never feel free and truly happy. When we were child, we believe that saying no would be impolite, but we are adult now, we should now when we should say yes or no.


3. Nadya El Khair :

(Updated soon)


4. Puspita Alwi :

Hmm cukup sering. Biasanya ini berlaku buat hal-hal yang gue rasa menjadi tanggung jawab gue. Even kalau lagi lelah, gue akan susah untuk bilang nggak. Kenapa? Ya karena gue ngerasa pada awalnya gue udah memilih pilihan itu, dan at least gue harus usaha yang terbaik buat pilihan yang gue ambil. Salah satunya mungkin tanggung jawab di organisasi


5. Dhayika Anintia Besari :

 Terkadang iya. Misal, disaat saya harus menjaga perasaan seseorang.


6. Oktarina N. Anjas :

Since i am a bit reluctant and hot headed, i think i seldom say yes when i want to say no. I just straightly tell no, or silent.


7. Quarto Nanda Alfikri  :

Ya untuk ajakan/tawaran/peluang dalam mengerjakan sesuatu. Takut keputusan "tidak" yang ingin dikatakan bukanlah pilihan terbaik atau hanya diselimuti oleh rasa malas di saat itu


8. Rikardi Santosa :

Terkadang. Ada berbagai macam alasan. Contohnya kayak semacam "manenggang urang", lebih baik dan lebih aman berkata "ya" daripada tidak. ← play save aja


9. Anonim :

Seriiiing, aku orangnya ga enakan. Kalau misalnya bohong atau agak sedikit terpaksa, gapapalah demi bantuin orang.

..............................................................................................................
..............................................................................................................


24. Is it more important to love or be loved?

1. Me :

To love.
(Padahal sebenarnya pengen banget bikin be loved, wkwk).

To love itu kata kerja aktif. Be loved itu kata kerja pasif. To love itu usaha. Be loved itu hasil. Untuk mendapatkan sesuatu, bukankah kita harus mengusahakan yang terbaik lebih dulu? Misalnya, ketika kamu ingin dicintai oleh-Nya, kemudian Dia menyuruh para malaikat untuk mencintaimu, kemudian malaikat menyuruh penduduk bumi juga untuk mencintaimu, bukankah kamu harus mencintai-Nya lebih dulu? 



2. Shelby M. Istiqomah :

"Ada dua hal didunia ini. Menikahi orang yang dicintai, atau mencintai orang yang menikahi. Yang pertama hanyalah kemungkinan. Sedangkan yang kedua adalah kewajiban." -- Ustadz Salim A Fillah.

So, it's clear that TO LOVE is more important because "mencintai adalah kewajiban, sedangkan dicintai hanyalah kemungkinan", as you can't control how anyone else feels, it is more important to put your own energy in to loving. You have to feel what it is like to love someone before you can understand what an honor it is to be loved.


3. Nadya El Khair :

(Updated soon)


4. Puspita Alwi :

Dua-duanya penting. Kenapa? Karena itu kebutuhan dasar manusia. Kalau liat hierarchy of needsnya Maslow, kebutuhan untuk dicintai dan mencintai ada di dalamnya, dan manusia nggak akan bisa mencapai aktualisasi dirinya kalau nggak memiliki itu. Tapi kalau harus milih banget gue akan milih mencintai, karena pada dasarnya gue percaya bahwa bagaimana kita bersikap ke orang lain akan membuat orang itu juga bersikap yang sama kepada kita. Ini mencintai dalam konteks umum yaa. Sesuatu yang dari hati pasti akan sampai ke hati. 


5. Dhayika Anintia Besari :

Dicintai
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Lalu MENCINTAI.


6. Oktarina N. Anjas :

It's at the same degree.

It depend more on how much you love them and how much you appreciated the feeling of love. 


7. Quarto Nanda Alfikri :

Pernah dengar tapi ntah dimana dan dari siapa, "jika kau ingin dicintai maka cobalah untuk mencintai terlebih dahulu". Kalo dipikir-pikir kalimatnya ada benernya dan saya setuju akan hal tersebut.



8. Rikardi Santosa :

Hahaha hard question. Terimakasih atas pertanyaannya. Tapi sebagai manusia terhadap manusia maunya be loved. Hehehe. Wajarlah, capek juga kalo cuma mencintai aja (aseek).... Tapi kalo ke Tuhan, let's love Him with your whole-hearted.


9. Anonim :

Mencintai, aku ga suka dicintaiii.

..............................................................................................................
..............................................................................................................


25. If your entire life was a movie, what title would best fit?

1. Me :

Si Pengejar Ikemen.

This is My Own Life. Why Are You So Eager To Watch It?

Just mind your own.


2. Shelby M. Istiqomah :

I think it would be Para Pencari Ridho Allah. This movie will be a bit like sinetron 'Para Pencari Tuhan', just a movie of a normal daily life but the differences are the main actor is Kalila and the story is not mainly about her love life but how she found Allah and try to get Allah's bless in every things she do.


3. Nadya El Khair  :

(Updated soon).


4. Puspita Alwi :

Hmmm apa ya? Anaknya nggak kreatip soal kayak gini. Dream Chaser kali ya. Kenapa? Karena anaknya suka dan percaya aja sama yang namanya mimpi.


5. Dhayika Anintia Besari :

Dora and Explorer.


6. Oktarina N. Anjas :

My Journey.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Who am I??



8. Rikardi Santosa :

Tidak ada. In fact life is not as simple as in movie or drama. Hidup punya cerita sendiri, alur sendiri, dan tidak sesederhana apa yang ada.  


Lagi pula film yang sering saya tonton itu film action, masak iya hidup saya dipenuhi tembak-tembakan dan bunuh-bunuhan. Ampun mas mbak saya bukanlah orang kriminal.


9. Anonim :

Ganteng Ganteng Serigala.


...........................................................................................................
...........................................................................................................


If any of you want to submit your asnwers, immediately share yours in comment box down below :))




0 comments:

Post a Comment