Friday, June 29, 2018

[DAILY LIFE] Dealing with People



Belakangan ini hampir setiap hari w dihadapkan dengan kondisi 'dealing' with people on another level. Bahasa yang lebih singkatnya 'dealing' with hard people. Tapi setelah dipikir-dipikir, kayaknya bukan belakangan ini deh munculnya. W nya aja yang baru ngeh dan baru sensi sama hal beginian. Dan range peoplenya itu makin meluas dan things you have to deal with nya juga makin meningkat. Mulai dari stranger seperti keluarga pasien sampai ke emak w sendiri yang OCD nya nauzubillah.

Seriously ya keluarga pasien adalah one of the hardest people you have to deal with. Seringnya itu adalah karena perbedaan persepsi dimana yang menurut 'kami' kondisi pasiennya itu stabil dan terkendali dan baik baik saja, tapi keluarganya cemas berlebihan sehingga dia sering mengadu tiap sebentar kalo pasiennya inilah itulah dan sebagainya. Disatu sisi annoying, apalagi kalo kaduannya muncul di jam-jam mata lo mulai ptosis, ketika kelopak mata atas dan bawah lo saling merindu dan ingin berpelukan. Jahat sih emang, tapi ya w gabisa sok suci juga sih, just bcos you think you're soon to be a doctor or already a doctor, lo juga manusia biasa yang bisa ngeluh dan bisa capek dan bisa ngantuk tengah malam.

Berhubung w menyinggung capek, w jadi kepengen ngebahas how it feels to work in 'this field'. Gimana rasanya? Berasa srigala dalam selimut. Alay amat bahasanya. I mean lo capek dan lo ngeluh gabisa tidur dan disaat yang bersamaan lo juga harus belajar dan mikirin ujian dan sebagainya, tapi disatu sisi lo tau berada di posisi keluarga pasien itu jaaaaauh lebih berat (I've been there too pals,  waktu emak dikuret dan dioperasi sekitar 2 tahun yang lalu) Terkadang menjadi orang yang mengerti medis itu bikin lo ngerasa kalo gak tenang banget ya kalo gak cemas banget. Tenang karena despite of keluhannya yang mengerikan, lo paham somehow it's gonna be okay. Cemas karena lo tau setelah penyakit yang dialaminya saat ini, akan ada serentetan komplikasi yang cepat atau lambat pasti terjadi, walopun mereka ga ada keluhan. Lo tau kalo ini keluarga lo bisa mati kapan aja walopun keluhannya minimal.

I really understand how it feels to be keluarga pasien. Ngeliat emak w packing buat nginap di RS aja rasanya tu udah nyesek. Bukan sedih tapi nyesek, kayak tercekat gitu. Then hari-hari selama emak di RS. Rumah yang biasanya ada emak lo nonton tv di ruang tengah sambil cekikikan, emak yang biasanya ngomel karena piring ga langsung dicuci abis makan, sekarang hening. W yang saat itu tau kondisi emak will be fine aja udah nyesek luar biasa sampe-sampe metrorragia w kumat. Apalagi jadi keluarga pasien yang sakitnya emang end stage dan ga ada harapan buat sembuh sama sekali like DM (diabetes mellitus), CKD stg V (gagal ginjal, yang orang awam biasanya taunya udah cuci darah), dll. W gatau segelap apa dunia yang mereka hadapi dan w gatau apakah kalo w di posisi mereka w masih nafsu makan apa gak.

Tapi teteeeeup aja.

W masih juga mengeluh karena harus dinas lagi harus jaga malam lagi harus ngerjain orderan lagi dan sebagainya. Padahal w lagi ga ngejagain pasien di ghaza dan beresiko kena peluru kyk Almh. Razan. Padahal w masih sehat dari ujung rambut sampe ujung kaki dengan support system alias keluarga inti yang masih lengkap dan sehat jiwa dan raga dan saling menyayangi. Padahal w punya more than million things yang bisa disyukuri but still, here I am.

Selain keluarga pasien, lately I also found it hard to deal with some friend. Seperti yang dikatakan orang orang, semakin lama lingkaran pertemanan lo bakal semakin sempit tapi kualitasnya akan semakin deep. Entah kenapa semakin lama tabir itu semakin terkuak. Bahasa apaan nih. Semakin lama aslinya orang itu entah kenapa muncul ke permukaan. The biggest lesson for me this year 2k18 is dealing with people yang perhitungan kalo kerja. They count euuvverry little action they made and they compare it to you, they've done this and this so according to 'law' you're the one who should do that and that, or you owe them a help, you have to pay them back. Lack sedikiiiit aja, even yang ga disengaja pun, they'll tell others that you are PATO. You are water cat. You are uncoperative. You are THAT bad.

I found an amazing writer wrote this one on her blog:

"We simply can’t expect other people to treat us how we would treat them, whether in friendship, in love, or in life in general. We don’t all have the same ideas about transparency, loyalty, forgiveness, patience, or what it means to love each other with the fierceness that I believe we all deserve. But you know what? That’s okay.

At the end of the day, I think it goes a long way to just be kind. Remember that everyone is doing his or her own best in the midst of individual uncertainty, hurt, insecurity, fear, rejection, and everything else that life throws at each one of us. Maybe we’d all do well to forgive each other for being human and choose to gravitate toward people who love like we do.”

Ternyata emang bener. "Repeating life lessons until they are learned." We knew each people are fcking different. But I knew is unfortunately different with I've learned. Hal-hal pelik seperti kesabaran, how to respond properly, how to be professional, dan sepupu-sepupunya itu butuh latihan yang setiap orang beda-beda jatah waktu dan intensitasnya. They never work instantly. There's a word saying "when you cant change the situation, it's you who have to change." It's you who have to adapt. It's you who have to grow.

Tapi kan kita manusia ni emang keras kepala. Pantang disalahkan. Semut aja disalahin padahal dia cuma nyari makan. Kita sendiri yang ceroboh biarin tuh toples gula tutupnya ga rapat. 

Monday, June 25, 2018

[DAILY LIFE] Being 23 yo: What I've Learned The Most



Mari kita buka postingan pertama di tahun 2018 ini dengan mengucapkan:
"ALHAMDULILLAH. Yang punya blog masi hidup. Belum mati belum kelindas belum tenggelam belum apnu."

Astaga. Udah 6 bulan sejak postingan terakhir. Udah 6 bulan w terlalu fokus jadi 'budak RS'. Udah 6 bulan blog ini berdebu berlaba-laba dan berkecoak. Yauda. Gausa basa-basi lagi. Di tahun 2018 yang tjerah ini mari kita membahas sesuatu yang... gatau si bakal ringan sedang atau berat.

Jrengjrengjreeengg.. Bismillah.


1. Memulai sesuatu yang baik itu gampang, mempertahankannya super susah.

That's why Allah sangat menyukai amalan yang sedikit namun rutin, daripada amalan yang superb tapi cuma dilakuin sekali seminggu or sebulan or kapan ingat. That's why istiqamah itu sangat mahal harganya. Padahal kebaikan itu bisa jadi hanya berusaha untuk tidak mengeluh setiap kali hujan lebat dan mengacaukan rencana. Padahal bisa jadi kebaikan itu hanya berupa bertilawah 1 halaman per hari. Ya Allah cuma 1 halaman sehari dan masih susah juga buat merutinkannya? Yak. Baru ingat kalo right beside you selalu ada Jin yang benci banget kalo lo ngelakuin itu dan setia membisikkan berbagai alasan yang menurut logikamu dianggap benar. 

Btw jin itu rajin bener ya. Kita aja yang udah ngelakuin daily life sesuai passion pun kadang bisa jenuh, bisa mumet. Lah mereka semangat terus. Gamau tau pokoknya ni orang harus ikut bareng gue ke Jahannam.

Astaghfirullah.

2. Tidak ada orang yang seutuhnya baik dan tidak ada orang seutuhnya jahat.

That's why you never ever can judge people. Muka manusia itu banyak. Apa yang ia tampakkan pada A tidak sama dengan yang ia tampakkan pada B. Apa yang terlihat buruk or riya or sejenisnya diluar, belum tentu niatnya juga buruk, meskipun kamu berdalih dengan "niat yang baik harus disertai dengan cara yang baik juga dong." Kita bukan Tuhan yang bisa mendengar semua isi hati dia. Kita tidak akan pernah bersama dengan manusia manapun selama 24 jam full eventhough she/he is our pious. Emangnya lo ngikutin dia ke toilet juga pas BAB? Gak kan. We'll never see what's in everyone's mind. We'll never know what's everyone's intention. Kita hanya menduga. Hanya berprasangka. And Allah said janganlah berprasangka, sebagian besar dari prasangka itu adalah buruk.

Ada hal menarik yang w tangkap selama 1 tahun jadi koas ini. Setiap orang punya pembenaran masing-masing dan setiap orang gak mau dianggap salah. Misalkan ada sebuah kesalahpahaman antara A dan B. Masing-masing A dan B akan bercerita kepada koloninya mengenai masalah tersebut dari sudut pandang 'mereka'. Sadar gak sadar mereka akan bercerita dan mengisyaratkan kalau yang benar itu adalah mereka. Siapa yang sebenarnya "benar" dan siapa yang sebenarnya "salah", hanya Allah dan nurani mereka masing-masing yang tau. Lo pasti ngerasa lah kalo yg lo lakuin itu sebenarnya gak sesuai norma sosial atau sebagainya, kecuali kalo nurani lo dah mati. Then, wallahu'alam.

Tapi emang susah banget woy. Di zaman dimana para lambe berserak ini, untuk tidak men-judge or berprasangka itu emang ujian terberat.


3. Mengingatkan itu boleh, tapi jangan didepan umum.

Melalui surat Al-Asr, Allah mengajak agar kita saling menasehati dalam hal kebaikan. But, niat yang baik harus disertai cara yang baik pula kan? Seperti bagaimana Rasulullah berdakwah. Niatnya benar, tapi kalau Beliau melakukannya dengan cara yang tidak sinkron, mana mungkin Islam bisa bertahan hingga detik ini.

Ada yang berdalih bahwa mereka 'berdiskusi' (bahasa awamnya: gibah) untuk merumuskan solusi, untuk merumuskan hal-hal apa yang harus dibenarkan dari oknum yang mereka diskusikan. Tapi abis itu si orang ini mereka 'nasehati' didepan orang lain. Kalau niat lo emang murni mengingatkan kesalahannya tanpa ada maksud mempermalukan or menghakimi or sejenisnya, ya lakukanlah secara personal. Bahkan pelajaran mengenai parenting pun mengatakan if u really need to scold ur child, don't do it in front of their siblings. Bahkan didepan saudara kandung sendiripun tetap harus dijaga pride-nya.

4. Sometimes, you have to be BUDEG sama apa kata orang.

Ini agak gambling memang. Deciding mana yang harus 'didengar' dan mana yang harus di-budeg-in itu sangat butuh kemampuan menilai sesuatu secara objektif yang superb. Karena bisa jadi yang pengen kita budeg-in itu sesuatu yang baik, hanya saja karena pikiran kita sudah terkunci jadinya ga ada akses buat hal-hal baik untuk masuk. Terus gimana? Someone said to me "ngucap Astaghfirullah dulu. Netralin pikiran dulu. Lalu dengar kata hatimu, kata nuranimu. Apakah ini lebih baik dibudeg-in? Atau justru apakah ini pesan kebaikan yang dititipkan-Nya melalui orang itu?"


5. PLOT TWIST bisa terjadi kapan saja. 

Serapi apapun manusia berencana, rencana Allah juga tetap jalan. And we'll never know apakah yang kita rencanakan serasi dengan rencana-Nya. Berhubung daily life aku setahun ini didominasi oleh rumah sakit, then I'd like to point out about the bad plot twist and the death. Terutama pas w lagi stase forensik. Lo gapernah tau ketika lo sekeluarga lagi menjenguk saudara ke RS, terus pulang bareng tapi bokap lo pisah sendiri karena ada urusan lain, dan tau tau lo dapat telpon kalo bokap lo tewas ditempat abis kelindes truk. Lo gapernah tau ketika lo nunggu abang lo yg pulang kampung naik bis, tau tau pas dia turun kakinya salip/nyangkut terus jatuh dan kemudian bisnya jalan dan dia kelindas. Lo gapernah tau ketika lo nungguin kakek lo pulang umrah, tau-tau dapat kabar beliau meninggal di pesawat. Umur gaada yang tau.


.................................

Sekian dulu random thoughts malam ini. InsyaAllah part selanjutnya akan menyusul dalam tempo yang sesingkat-singkatnja.