Sunday, September 1, 2019

[PROJECT] Questions No One Ever Asks (Part 6)



First of all, lemme tell u all that IM SO HAPPY for continuing this project! Wkwkwk

Backgrounds:
Kenapa bikin ini?
1. Karna seneng aja menghasilkan sesuatu yang melibatkan banyak orang
2. Biar bisa saling berbagi insight
3. Biar kayak channel Jubilee gitu, tapi ini versi blognya

Ini udah pernah kan ya, lanjutannya berarti?
Yap! 2 tahun yang lalu, sebelum koas merajalela, I did this dan menghasilkan 5 part which contains 25 questions. Omg. I'm so proud. Dan sekarang koas sudah tidak merajalela lagi, so I consider I got a chance continuing this one.

Di tahun 2019 disaat semua orang udah pada jadi influencer, kenapa masih make media blog kek gini?
1. Karna belum bisa jadi Youtuber
2. Karna anaknya suka membaca dan menulis sejak lahir
3. Demi menumbuhkan budaya membaca di masyarakat (*apaan dah)
4. Lebih hemat kuota kalo buka blog kan daripada buka yutub?
5. Karna lagi libur jadi supaya agak berfaedah gitu

Alhamdulillah dalam jangka waktu 24 jam aku berhasil mengumpulkan jawaban-jawaban ini dan sumpah terharu sendiri pas nyusunnyaaa :") Sepertinya jujur pada diri sendiri itu memang melegakan. Ada banyak point of view yang ga aku ketahui sebelumnya.

Semoga postingan ini bisa bikin kalian ikutan haru biru juga ya. Dan satu lagi, selamat bertumbuh!


26. What is the hardest part about being yourself?

1. M. Syukran GS

The hardest thing of being my self is that people think I'm a role model (I'm being overproud of myself), people think I'm good at everything, my study, my social, my college activity, my family does too, I'm good at making jokes, making fun of others, but when I get depressed or stressed I can quiet and calm better than a dead man so people think I'm a bipolar or weird, people think I can't get sad, and I'm tired of it. 

2. M. Irfan

Sesuatu yang menurut orang baik kadang menjadi sesuatu yang buruk di mata ini, sesuatu yang menurut orang tak penting menjadi sangat berarti ketika dinilai dari sudut pandang ini,,, ya memang ini aku, memang kadang berbeda dibanding sejumlah orang. Sebenarnya banyak hal yang buat aku sangat sulit menjadi diri sendiri... Mungkin karena juga seorang introvert dan memang anak rumahan,,, paling sering bilang tidak bisa datang kalau lagi ngumpul bareng teman, atau kalau lagi ada keramaian ketika orang-orang pada heboh, diri ini malah lebih mengunci diri di kamar dengan anime atau permainan di laptop atau hp... Kadang hal ini bikin orang bilang ansos atau gak peduli keadaan sekitar, tapi memang lebih memilih berkutat dengan pikiran sendiri dan aktivitas sendiri seolah lebih penting dan lebih baik dilakukan dibanding berkumpul wasting time dan kadang unfaedah juga...

Being myself juga sulit ketika ada orang yang baru dikenal atau ada orang yang bicara ke kita di jalan atau lagi naik kendaraan atau tempat umum lain... Lagi-lagi karena introvert diri ini... Rasanya sangat lelah meladeni percakapan tersebut, sangat sulit memang ketika berada di keadaan yang tidak bisa dihindari tersebut, kadang pura-pura sibuk dengan hp, kadang pura-pura tidur dsb agar percakapan terhenti,,, actually kalau misal diam aja jadi lebih santai dan lebih aman aja rasanya...

Last but not least hardest being my self, kadang sulit untuk ngungkapin apa yang dirasa atau pikiran kita ke orang lain ketika lagi forum atau rapat, takut orang tersinggung, takut gak nyambung, takut dipikir egois, takut ini takut itu ,,,, dan akhirnya gak jadi ngomong,, ya sering terjadi sih alhasil dibilang tidak ngasih solusi karena cuma diam dan setuju-setuju aja sama pendapat orang lain... 

Banyak usaha sudah dicoba untuk perbaiki diri, perlahan ada sedikit perubahan namun sepertinya memang ada hal yang sudah ngakar di diri kita dan emang gak mudah untuk diubah,,, so keep perbaiki diri menjadi lebih baik,,,

3. M. Asyrof H.

Hmm hal tersulit jadi diri sendiri itu istiqomahnya ngelakuin sesuatu. Itu yang saya rasa sampai sekarang masih sulit dilakukan.

4. Wirza RP

Hmm let me see. The hardest part of being my self is a must to resist my anger. Somehow it is very hard for me for not being angry easily to anything that annoys me. I know it's a worst characteristic to have, and I'm still trying to vanish it. 

5. Hanifa H.

The hardest part of being my self adalah menjadi balance. I mean balance antara dunia dan akhirat, antara belajar dan main, and so on. I'm not really good about it.

7. Ulfayanti S.

Yang menyulitkan menjadi saya adalah ketika saya berusaha untuk selalu rapi dan teratur dalam melakukan sesuatu tapi selalu saja ada yang salah dan terluput, sangat benci dengan kecerobohan diri sendiri. Ada OCD dalam diri saya, memastikan sesuatu berulang-ulan itu menyiksa. Apalagi untuk sesuatu yang menyangkut bersuci dalam ibadah. Tiap shalat berulang kali wudhu karena masih merasa ada yang salah, tidak sempurna, atau menjadi batal sehingga memilih untuk wudhu berulang kali untuk memuaskan perasaan saya dan itu amat menyulitkan saya.

8. Gaby D.

Hardest part being my self: menjadi orang yang over sensitive dan sometimes suka insecure. Karna memikirkan segalanya itu kadang lelah jugaa. Selain itu, perasaan over sensitive ini jadi gampang ngerusak suasana jugaa. Gak mau ngeluarin air mata saat suasana lagi asik, tapi suka kebawa emosi, jadi alhasil keluar sendiri air matanya. Dengan menjadi overthinking juga, bawaannya jadi susah ngambil keputusan, karna selalu ingin win-win solution yang sebenernya gak bisa selalu win-win solution.

9. Zahara B.

Being OCD/OCPD/perfectionist/cleanfreak/highly-organized/skeptical/whatever u name it, in every fcking aspect of my life. 

Setiap kali mau belajar/baca-baca/aktivitas sesuatu, I have to make sure area disekitar aku belajar/bekerja udah rapi. Kalau di rumah lebih parah lagi, aku harus mastiin satu rumah udah dalam kondisi yang sempurna, then baru bisa lanjut. Aku selalu nyatet apa aja yang aku makan dan minum dalam sehari, semua, termasuk yang konteksnya cuma nyicip, just to make sure aku ga jajan sembarangan. Aku nyatet pengeluaran dan pemasukan aku tiap hari sejak 2 tahun terakhir, dan mengauditnya setiap minggu to see apakah ada uang yang terbuang sia-sia atau aku beli makan kemahalan. I can't let my folders in phone galleries, notes, and files left unorganized. Aku gabisa liat susunan buku-buku di rak kamar ada yang bergeser even 1cm atau kebalik posisinya. Aku gabisa tidur siang even saat libur pun karna (1). Aku ga mau, dan kalo sampe ketiduran pasti menyesal "harusnya tadi bisa dipake buat baca-baca, atau ngerjain yang lain" (2). Pas bangunnya jadi sakit kepala. Literally sakit kepala. Setiap kali seseorang mengajarkan sesuatu, I have to confirm apakah yang diajarkannya memang benar atau nggak.

I also have to make sure kalau setiap apapun yang mau aku lakukan ataupun gak aku lakukan itu bertujuan. E.g: aku makan karna aku memang lapar (fyi aku ga pernah ngemil kecuali for social reasoning), aku spare time khusus untuk dengar lagu + nyanyi bcos that's the only way I could get relax (selain ngaji tentunya), aku ga main instagram lagi kecuali buat baca Jouska karna bosen ngeliat postingan hidup orang mulu, aku udah jarang baca fiksi/nonton drama, film, dll lagi karna otakku bilang itu wasting time dan pas dicobapun emang ga betah, kecuali kalo diajak ke XXI itu beda cerita *for social reasoning).

Sebenarnya di satu sisi ga ada masalah. Tapi sejujurnya aku capek. Ini tu melelahkan.

10. Izzatul A.

Hardest part about being myself :

Menjadi fake dibeberapa aspek kehidupan. Orang bilang itu talent (karena ga semua orang tahan untuk selalu memperlihatkan sisi terbaik dari dirinya walaupun sedang dalam kondisi yang tidak baik), tapi menurutku thats how we survived! Tapi fake disini bukan berarti baik didepan trus ngomongin dibelakang atau backstabber ga gitu ya haha. And the other hardest part is, ketika kamu terus-terusan fake, berusaha tetap senang meski ga senang, act like you’re okay ditengah hujan badai kehidupan, ujung-ujungnya feeling yang real itu tersimpan terus menerus dan membuat kita menjadi orang yang suka memendam. Apa yang dipendam lama-lama jadi bukit trus stress sendiri nanti kalo udh dipuncak dan meletus tiba2. 


27. Would the child version of you be proud or disappointed of what you've become?

1. M. Syukran GS

Beberapa hal mungkin iya, beberapa lagi mungkin gak. Tapi overall mungkin iya.

2. M. Irfan

Ketika diingat dulu waktu kecil, rasanya tak terbayang akan bisa sejauh ini perjalanan hidup dan pencapaian-pencapaian, serta pengalaman-pengalaman berharga lainnya,,, 
Versi kecil kita pasti bangga dengan diri kita yang sekarang,,, dan dengan banyak perjuangan serta pengorbanan yang telah dilakukan juga,,,,
Ketika bertemu, versi kecil kita pasti bilang:
Im so proud of you.. myself,, proud of what you've become, proud of your process, and also proud of what you've achieved that something never been dreaming before...

Dah syukuri aja wkwk

3. M. Asyrof H.

Bangga. Saya berhasil membawanya beberapa ke kehidupan sekarang :)

4. Wirza RP

Proud and disappointed at the same time. My child version would be proud of my achievements after plenty things that I've done then, especially for what I've became, friends that I have, magical moments which had done. But she would also be disappointed for my *al-yaumil akhirah* that has no progress, neglected..until now.

5. Hanifa H.

My child version would be proud of me, I think wkwkkw

6. Fania PI

Kayanya bangga aja sih. Walaupun jalan hidup aku sekarang beda banget sama yang sering aku impikan waktu kecil dulu hehe. Dulu waktu kecil aku engga mau banget jadi dokter. Karena dulu tante ku, beliau suka bilang kalo adikku cocok jadi artis karena dia cantik, kalo fania ga cocok wkwkwkwk. Si fania kan rengking, jadi mending jadi dokter aja. Lucu sih ini kalo diinget sekarang. Tapi itu bener-bener menyisakan luka banget waktu itu HAHAHA. Fania kecil lebih suka dipuji cantik daripada pintar hahaha. Fania kecil belum tau sih profesi nya mau jadi apa. Yang dia tau, dia ingin kuliah di ekonomi, akuntansi, atau teknik di UI atau unpad. Pokoknya nanti kerja kantoran dengan pakaian blazer hitam kece dengan sepatu hak tinggi, penampilan selalu oke ga kucel ala ala boss perempuan di film film eksekutif muda gityu hehe. Fania kecil tau ada fakultas akuntansi karena dulu sepupunya kuliah disana hehe.

7. Ulfayanti S.

Berada dalam posisi “benar” menurut standar agama saya, menemukan jalan hijrah menjadi salah satu hal yang sangat banggakan sampai sekarang. Betapa banyak orang yang lalai dalam masa mudanya, sementara kemana umur digunakan dan untuk apa masa muda dimanfaatkan adalah termasuk pertanyaan yang akan ditanyakan nanti di padang mahsyar. Saya bersyukur sudah menemukan jalan yang insya Allah, Allah ridhoi dan semoga Allah istiqomahkan saya dalam jalan ini. 

8. Gaby D.

Proud, karna seiring berjalannya waktu, dan dengan segala hal yang udh dilewati, jadi bikin lebih ikhlas sama apa yang Allah kasih. Seperti perjalanan spiritual untuk mendekatkan diri sama Allah. Dan setiap hal itu ada hikmahnya, jadi apa yang udah dilalui itu sudah membuat diriku seperti sekarang ini. So my child version must be proud. Satu lagi, alhamdulillah sekarang menuju impian yang dicita-citakan dari dulu, yaitu to be a doctor. InsyaAllah.

9. Zahara B.

I remember it clearly, waktu aku masi TK, aku selalu iri liat orang pake seragam SD, SMP, SMA, like wow, aku ingin segera sampai disitu. Tiap naik angkot ke sekolah pagi-pagi, selalu iri ngeliat orang-orang pada pake rok biru atau abu-abu, sementara rok aku masih merah. Aku bosan jadi anak kecil. So "child version of me" sih harusnya bangga wkwk. Dia taunya aku sekarang udah lulus sekolah 12 tahun dan udah hampir selesai kuliah.

10. Izzatul A.

Be proud ofkors wk. Ga deng, 50:50. Bangga pasti dengan progres pendidikan yang sudah dicapai (karna masih banyak orang menganggap “ah gampang kalo udh masuk FK trus jadi dokter”). Bangga sudah sangat hebat melewati semua ujian hidup dan masih waras. Tapi kecewa juga atas hal-hal dan ibadah yang belum dilakukan maksimal, atas semua kesalahan yang disengaja, atas kekhilafan yang dilakukan secara sadar. But sure, ill make myself 100% proud without any dissappointment. Aamiin.

28. Do you like the person you've become?

1. M. Syukran GS

No I'm not, I'm not that ungrateful person but I sometimes wonder what If I do or don't something in the past, am I going to be the way I am today? 

2. M. Irfan

Do you like the person you've become :
Ya... Absolutely.... i like who have i become...

Sepanjang apapun org lain menilai kita baik atau buruk... Kadang penilian org perlu jadi intropeksi diri juga sih

3. M. Asyrof H.

Saya suka dengan apa yang ada pada diri saya saat ini, hal itu merupakan wujud rasa syukur saya pada Tuhan karena masih memberikan kehidupan.

4. Wirza RP

I do. I do like me, I love me, and I'm not trying to change my personality by any reason or because of others, but rather because of me myself. 

5. Hanifa H.

Overall yes, tapi perlu di upgrade sana sini sih

6. Fania PI

Aku suka sih dengan diri aku yang sekarang. Walau bukan menjadi apa yang dulu diimpikan. Tapi aku lihat mama aku sangat senang dan bangga. Dan banyak orang diluar sana yang bercita cita menempuh pendidikan sepertiku. Ya jadi kalo engga senang, rasanya kufur nikmat bgt sih aku, semacam engga bersyukur gitu.

7. Ulfayanti S.

Alhamdulillah, bersyukur atas segala pencapaian saya sampai saat ini. Karena sejatinya kita tidak perlu membandingkan diri kita dengan orang lain yang hanya akan membuat kita semakin insecure. Saya mencintai diri saya. Kalau kita sendiri tidak menganggap kita penting, kita berharga, dan kita hebat, terus siapa lagi. Karena orang lain yang hanya melihat dari luar saja, kita sendirilah yang bisa mengapresiasi diri kita sendiri. Karena pengharapan apresiasi seutuhnya adalah kembali ke pencipta berbentuk ridho dan pahala. 

8. Gaby D.

Yaaa, suka. Terlepas dari segala kebaperan dan oversensitifan, aku senang sama diri aku. Karena sisi baiknya, jadi sensitif, jadi lebih peka ama sekitar, ambil makna dan pelajaran dari pengalaman sekitar. See the underneath of something. Trus pegang prinsip juga, love your self first before anyone can love u!

9. Zahara B.

Suka. Banget. Lagu wajib aku tiap hari itu Meghan Trainor yang Me Too, dinyanyiin sambil nari-nari ga jelas. Wkwkwk senarsis itu ya ampun.

I know aku masi banyak cacat disana-sini. Masi underweight dan gak hot. Masi gak sealim dan sekalem teman-temanku yang sudah hijrah. Kadang masi suka ngumpat/ngegas. Tapi at least untuk saat ini, myself is enough. I know I'll always try to be a better human for humanity and a better soul for Allah

10. Izzatul A.

Yes i do, tapi masih banyak yang harus dibenahi. Namanya juga manusia ga pernah puas, we have to be better than yesterday. Daaaan penting untk #loveyourself. Selain bentuk rasa syukur, kita ga akan bisa kasih yang terbaik untuk kehidupan ini kalo kita ga bisa mencintai diri kita sendiri dulu. 


29. What are the words that you desire to hear?

1. M. Syukran GS

I don't know, I think I've heard every good words that other people say towards me. It's not words I'm desired. It's about process or works I can finish by myself.

2. M. Irfan

Kamu sudah berjuang dengan hebat, kamu berhasil karena usaha keras mu....

3. M. Asyrof H.

Surat Al-Fajr ayat 27-30 saat meninggal :)

4. Wirza RP

Hey!
Wait, Zahara asks for words, not only a word. Okay. No problem. That's all I desire. I always want to greet people nicely, also to be greeted.

5. Hanifa H.

Honest words from the deepest heart.

6. Fania PI

Ada banyak sih ini. Tapi malu ah bilangnya. Intinya apresiasi yang terdengar tulus bukan menjilat. Itu pasti enak banget sih di dengernya.

7. Ulfayanti S.

“Terimakasih sudah menjadi kamu”
“Terimakasih karena sudah lahir dan ada disini”

8. Gaby D.

Words that can motivate me. Kata-kata: Kamu bisa gab! Aku yakin! :)

9. Zahara B.

Ada 1 yang paling utama. 

Precautions: I love my dad of course, dengan segala ke-patriarki-an-nya, dan ke-selalu-benar-an-nya. Dari segi mentality aku emang lebih cemen dibanding adek aku (lebih perasa?), aku gakuat dibentak tiap kali belajar nyetir jadinya sampe sekarang aku belum fasih bawa kendaraan dan selalu disupirin sama adek atau numpang atau naik kendaraan umum. Waktu itu pertengahan 2013, disaat pergi daftar ulang ke Unand atas, ada beberapa hal yang tertinggal di rumah sehingga karna kecerobohanku saat itu, adekku terpaksa nganterin aku bolak balik unand-siteba 3x. Aku tau aku salah dan aku juga marah sama diri sendiri. Kemudian sorenya ayah bilang:

"Bunga tu bisa nggak, nggak ngerepotin orang lain?"

Ayah bilangnya dengan nada datar. Aku gatau perasaan aku saat itu gimana tapi tiba-tiba aja air mata aku udah ngalir. Deras. Sampai 3 hari kemudian. Ga pernah rasanya sesedih itu. Bahkan sampai hari ini, feelnya masih kuat.

Kalau adek sendiri aja udah 'ngerepotin', lantas apa kata orang lain, teman-teman aku, yang selama ini aku mintai tolong?

Pengen banget rasanya denger ayah bilang, "Bunga nggak ngerepotin kok." Walaupun ga akan mungkin. 

10. Izzatul A.

“you did good, and you have to be better!”

Dan segala kejujuran, yang datang dari hati.


30. Is giving second chances worth it?

1. M. Syukran GS

Trgantung, second chances is a blessed if you dream about it, but don't raise your hope, or youll get hurt again, don't make a scar for someone who don't even care about you unless he/she can feel the same pain too.

2. M. Irfan

Semua org berhak untuk kesempatan kedua,,, why not kan.....
Selama org tersebut mempunyai kesungguhan untuk berubah dan muhasabah diri...

3. M. Asyrof H.

Well, kalau pendapat pribadi sih tergantung kondisi dan jenis masalah apa yang perlu diberi kesempatan kedua. Menurut saya itu relatif. Duh, mohon maaf karena hanya beberapa kata jawabnya, sedang ada perjalanan ke tempat lain, lain kali kalau si pembuat blog ngizinin saya lagi ngasih pendapat, saya usahakan jawab yang agak panjang xD

4. Wirza RP

Depends on the one who made the mistakes. You know what I'm saying? There are 2 types of mistakes, acceptable and unacceptable one. The second type, you'll think twice to give a second chance, but if the person who did was the one you could not ignore (in many meanings I can't explain), just give him/her. It could be worth it.

5. Hanifa H.

Setiap orang berhak punya kesempatan kedua, terlepas dari apapun kesalahannya. Bahkan Allah SWT membuka pintu taubat yang seluas-luasnya kan?. Tapi jangan punya ekspektasi apapun. Kita memaafkan bukan melupakan.

6. Fania PI

Menurut aku worth it. Banyak yang bilang ngasi kesempatan kedua tu ibarat baca buku yang sama dua kali. Kita udah tau endingnya bakal kaya apa. Padahal kenyataannya aku sering banget nonton film atau baca buku yang sama dua kali. Apa yang aku rasakan dan dapet waktu nonton pertama dan kedua itu beda. Ada hal hal yang pada nonton pertama tu menurut aku pemeran utama nya jahat bgt, salah banget dia kaya gitu. Tapi 1 tahun kemudian aku nonton lagi, semua terasa berbeda. Pemeran pertamanya ternyata baik, dia lakuin itu semua karena ada maksud lain. Cara aku dalam memandang sesuatu berbeda pada kesempatan kedua. Karena manusia itu dinamis, mereka bisa berubah tergantung dari seberapa keras hantaman di hidup mereka. Sekali pun orang yang diberi second chance itu ternyata tidak berubah pada kesempatan kedua, mungkin point of view kita lah yang berubah. Kalo pun ternyata pada akhirnya giving second chance itu menyisakan luka. Ya udahlah ikhlas aja jadi kan pelajaran. Karena ikhlas itu kunci kebahagiaan. Pasti ada hikmahnya kok. Tapi ya kalo merasa enggak akan sanggup dan ga rela menyikapi luka akibat pelajaran terlalu berat. Ya udah ga usah. Kata kata favorit aku itu no risk no gain. Kadang kalo ingin mencapai sesuatu itu emang harus siap menghadapi resiko. Kalo mau yang aman aman aja juga bisa, ya tapi gain nya engga akan sebesar yang ada risk nya.

7. Ulfayanti S.

Tergantung, tergantung besar kesalahan dan pengharapan untuk bertaubatnya. Ku sangat sulit memaafkan. Atau “oke dimaafkan” tapi pasti saya akan selalu ingat dan membekas di hati terdalam wkwk jadi ya memberikan kesempatan kedua menjadi pertimbangan tapi mungkin peluangnya menjadi sangat kecil.

8. Gaby D.

Always worth it, setiap orang punya kesempatan kedua, karna kalau kamu tanya ama diri sendiri, pasti juga mau kesempatan kedua. Makanya, selagi bisa kasih org kesempatan kedua, why not? :) toh selalu ada hikmah kok dari apa yang dikerjakan, intinya berserah diri ke Allah

9. Zahara B.

Aku bukan orang suci, tapi aku percaya kalau setiap orang selalu punya alasan tersendiri. Second chances, third chances, berapapun, might be worth it. E.g: kita gatau di chances keberapa seseorang akan benar-benar berubah. Ini kalau konteksnya tentang seseorang ya. Kalau konteksnya tentang cita-cita/impian ya sama juga. Kita gatau di chances keberapa we could make it. Semua butuh proses, dan proses setiap hal dan setiap orang ga pernah sama.

10. Izzatul A.

Allah aja mengampuni orang yang taubat nasuha, siapa kita yang berani tidak memberi maaf dan tidak memberi kesempatan kedua? YA TAPI GA SEMUA ORANG JUGA KHAAN. Balik lagi ke apa masalahnya, siapa orangnya, apa dampak pre dan post jika diberi kesempatan kedua, seberapa besar luka lama yang dibuatnya (HAHA PASTI U CAN RELATE IT NGEK), seberapa penting peran kesempatan kedua itu dihidup kamu. Karna kalo kata quotes2 instagram “if its not gonna matter in 5 years, dont waste more than 5 minutes worrying about it”, mungkin bisa diaplikasikan juga untuk keputusan kesempatan kedua.

0 comments:

Post a Comment