Ketika hukum kerumunan kendaraan di jalanan tidak sesuai dengan prinsip fisika yang menyatakan bahwa semakin kecil luas penampang maka kecepatan air akan semakin kencang..
Q = V x A
Q = debit air
V = kecepatan air
A = luas penampang aliran
Q = debit air
V = kecepatan air
A = luas penampang aliran
Disaat pengemudi dan penumpang bersatu padu dalam mengomeli satu sama lain, dan bahkan mengomeli 'petugas keamanan' yang dinilai tidak becus dan hanya pandai 'memeras uang'..
Aku juga.
Iya, aku juga berpikir, "kenapa sih orang-orang segitunya gak mau ngalah untuk ngasih jalan?" atau "kenapa sih polis* cuma nongol disaat jalanan lengang dan menghilang saat macet begini?"
Lalu, aku juga berpikir, "yang nge-klakson itu emangnya se-emergency apa sih urusannya sampai dia pengen cepat-cepat sampai? Emang ga bisa nunggu banget yak?"
Dan.
Sesuatu itu terpikir begitu saja.
Setiap mereka yang dijalanan, sedang melakukan suatu usaha demi mencapai satu tujuan, yakni sampai ditempat yang ingin dituju dengan segera. SEGERA. Jika kemacetan menyapa maka (sebagian besar, atau lebih dari setengah) akan mengumpat kemacetan yang sebenarnya tidak bersalah. ATAU. Mengumpat orang lain yang menyebabkan kemacetan tanpa pernah terpikir bahwa ia pun juga termasuk salah satu komponen yang menyebabkan kemacetan itu terjadi.
Kita luar biasa kritis terhadap kericuhan dan sumbatan yang datang dari luar.
____________________________________________________________________________
Dan yang lebih luar biasa lagi adalah,
kita luar biasa cuek terhadap kericuhan dan sumbatan yang datang dari dalam, dan bahkan bermanja-manja dalam sumbatan tersebut sehingga seiring berjalannya waktu sumbatan itu menumbuhkan jejamuran yang membuat kita seolah dalam masalah maha besar yang membuat panik agar segera keluar dari sana dan menyusul mereka yang telah berlari terlalu jauh sambil mengerok jamur yang basah lalu berlari namun oleh menapaknya kaki terhadap permukaan yang licin membuat kita tergelincir dan terjungkang...
(perumpamaannya agak lebay, maafkan ._.)
Jika harus memilih satu analogi dengan tingkat kemiripan paling tinggi, maka "kemalasan" bisa menjadi pilihan terbaik.
Andai aku juga bisa mengomeli diri sendiri disaat kemalasan memeluk mesra..
Aku yang membenci macet namun jatuh cinta pada berleha-leha dan membuang waktu..
Aku yang ingin segera wisuda namun menunda-nunda bimbingan bersama dosen pembimbing..
Andai aku se-annoyed saat "menunggu dosen sekian jam untuk konsultasi namun berujung batal karena kesibukan sang dosen" terhadap kemalasan diri sendiri..
*ehkokjadigini?
Ketika aku membenci wujud dan kata "inkonsistensi", namun secara tidak sadar membiarkannya bereplikasi didalam pemikiran dan membuatnya merasa 'feels like home'
...
Macet, ini untuk pertama kalinya aku berterimakasih padamu karena telah menyadarkanku.
Telah menyadarkanku bahwa aku tidak lebih dari seorang yang inkonsisten.
Telah menyadarkanku bahwa aku tidak lebih dari seorang yang m-u-n-a-f-i-k.
_____________________________________________________________________________
Ps : tulisannya tidak terorganisir dengan baik, but I hope you can point out something important from this :")
0 comments:
Post a Comment