“…… Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas umat manusia, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukurinya.”(QS. Yunus : 60)
Sudah sangat sering bukan, kita membaca atau mendengar teori tentang bersyukur? Coba diingat lagi, bahkan sejak usia kita belum mencapai separuh dasawarsa pun orang tua kita sudah mulai menyelipkan ajaran untuk bersyukur baik secara implisit maupun eksplisit.
“Kakak makannya dihabisin ya, nanti nasinya nangis lho.”
Atau ketika berhenti di lampu merah perempatan jalan. “Kasian ya kak, mereka gak punya mama-papa, gak ada yang beliin mereka mainan baru yang bagus-bagus kayak punya kakak.”
Lalu saat mulai masuk sekolah formal pun, guru-guru senantiasa mengajarkan anak muridnya akan banyak hal termasuk cara beryukur, yang meskipun pada umumnya materi yang diajarkan itu tidak benar-benar dipraktekkan dan hanya dihafal dalam kepala agar bisa lulus ujian, untuk kemudian dilupakan. Lalu sebagian orang tua dengan gamblangnya berkomentar, “maklum lah namanya juga anak kecil. Nanti juga kalau sudah besar bakal ngerti sendiri!”
Wahai diri kita yang selalu bergelimang kesalahan, syukur itu sungguh gampang di teori. Namun sangat sulit pada kenyataannya, bagi kita yang belum terbiasa.
Coba pikir, pernahkah kita sekalipun tidak mengeluh ketika terik matahari menyirami bumi, “panas banget gak sih hari ini?”. Atau ketika hujan turun berbondong-bondong untuk kemudian memercik di aspal, “Kok hujan sih? Lebat banget pula!” sambil mendumel tentang rencana-rencana yang terpaksa harus diundur hingga hujan reda.
Padahal kalau saja kita mau mendalami Surat Cinta-Nya, kita akan mendapatkan bahwa sesungguhnya Allah adalah sebaik-baiknya Pemberi Rezeki, seperti yang tertera dalam QS. Ibrahim : 32-34,
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”
Segala sesuatu itu dimulai dari hal-hal kecil. Oleh karena itu mulailah dengan mencoba mensyukuri panas terik dan hujan lebat, yang senantiasa akan selalu menghampiri kita silih berganti. Coba bayangkan, jika dengan hujan lebat saja kita sudah mengeluh, lantas bagaimana cara kita mensyukuri dan mengambil makna akan cobaan yang lebih besar di masa depan nantinya? Bagaimana cara kita mengerti bahwa hujan lebat yang kita anggap perusak rencana itu adalah nikmat bagi orang lain diluar sana?
0 comments:
Post a Comment