Monday, October 3, 2016

[PROJECT] Questions No One Ever Asks (Part 1) UPDATED




Ini adalah postingan pertama yang isinya melibatkan banyak orang and I'm sooo much excited abt this one :D

Jadi beberapa waktu yang lalu, I found something interesting on wattpad --> "50 Questions No One Ever Asks" made by fascinated. Pertanyaan sederhana tapi bikin mikir juga. Iseng-iseng nyari pertanyaan lain di google, tapi ga ketemu yang lebih menarik. Jadi, say thanks to fascinated sebagai latar belakang terbentuknya konten ini :)

Awalnya aku berpikir untuk menjawab semua pertanyaan ini sendirian, tapi entah kenapa sepertinya kurang seru. Ditambah dengan fakta bahwa beberapa pertanyaannya cukup challenging dan sepertinya orang dengan latar belakang berbeda akan memberi jawaban yang berbeda juga. Jadi beginilah hasilnya! Aku sudah merekrut 7 responden untuk ikut serta :)

1. Shelby M. Istiqomah (Telkomsel) --> visit her blog here
2. Nadya El Khair (STIS, 2013)
3. Puspita Alwi (Psikologi UI, 2013) --> visit her blog here
4. Dhayika Anintia Besari (FK UNAND, 2013)
5. Oktarina N. Anjas (FK UNAND, 2013) --> visit her blog here
6. Quarto Nanda Alfikri (T. Industri Univ. Bakri, 2013)
7. Rikardi Santosa (FK UNAND, 2013) --> visit his blog here

Here we go!!

..............................................................................................................
..............................................................................................................


1. Are you holding into something that you need to let go of?

1. Me :


Nope. 


2. Shelby M. Istiqomah :

Nope. Karena pada hakikatnya, semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah kan ya, bukan punya kita, even diri kita sendiri. Jadi kalo memang sesuatu itu harus dilepaskan, ya relakan. Apalagi kalau sesuatunya itu adalah "dunia". Makanya ada doa "Allahumaj'al dunyaaya fii yadiii.. Walaa taj'al dunyaaya fii qolbii.." -- "Ya Allah, tempatkanlah dunia ditanganku dan jangan Kau letakkan dunia dihatiku." Jadi dunia diletakkan ditangan supaya ia mudah untuk dilepaskan :)


3. Nadya El Khair :

Yes, my feeling. Perasaan pada seseorang yang sekarang belum waktunya. It's hard. Sometimes, masih sering kepo dan nge-stalk dia, padahal aku tau itu hanya mengotori hati. Dasar wanita emang sering kegeeran dan suka mengandai-ngandai, wkwkw.. Merasa seolah-olah dia juga nge-stalk kita. Padahal boro-boro stalk kita, kenal aja paling dia cuma tau nama doang. Nyeseeek yaa kalo ngebayanginnya. Makanya jangan dibayangin.. Tapi salah siapa? Siapa yang mulai?? Toh aku sendiri yang mulai wkwkw.. So I just wanna let go of this feeling and protect my heart. Kadang sebenernya “berhasil gak nge-stalk” gitu kalo lagi sibuk dll. Tapi kalo lagi futur-futurnya, udah mulai lagi tuh jari menari-nari diatas HP untuk tau aktivitas dia. Astaghfirullah.. :


4. Puspita Alwi :

Melepaskan atau bertahan memang masalah yang paling sering ada di kehidupan kita. Kalau gue sering mengasosiasikan hal ini dengan keinginan-keinginan gue. Gue sendiri masih bingung kapan sesuatu itu benar-benar harus dilepaskan. Kalau untuk saat ini gue lebih sering memilih untuk bertahan dan berjuang untuk apapun yang sedang gue hadapi. Gue termasuk tipe orang yang lebih memilih untuk mencoba dulu sampai batas maksimal dan mungkin sesekali gagal dari pada memutuskan untuk melepaskan di tengah-tengah. Hal ini berlaku untuk semua aspek di kehidupan gue, baik kuliah, organisasi, keluarga, dan lain-lain. Mungkin hal ini diperkuat karena gue udah belajar psikologi, khususnya positive psychology. Gue mulai terlatih untuk bisa melihat sisi positif dari apapun yang sedang gue hadapi sehingga gue jadi terdorong untuk usaha dulu semaksimal mungkin dan tidak berpikiran negatif, baik terhadap kemampuan gue maupun apa yang ada di luar diri gue. Prinsip gue sendiri sih, kenali dulu diri sendiri, sehingga bisa tau batas dan kemampuan yang dimiliki. Dengan begitu, ketika ada sesuatu yang gue inginkan, gue bisa ngukur seberapa possible ini untuk dipertahankan atau yaudah dilepasin aja/dilewatkan.


5. Dhayika Anintia Besari :

I have some comfort zone. Kenyamanan tersebut justru membuat hidup hanya stag di tempat saja. Kadang cukup takut untuk keluar dari rasa aman, mencoba hal baru, dan melangkah untuk mendapat hal yang lebih. Lalu bagaimana kalau gagal nantinya? Selalu itu yang membuat takut untuk terlepas dari segala zona nyaman. Hanya, apa hidup cuma sesederhana ini? Apakah kita cukup puas dengan apa yang kita dapatkan saat ini? 


6. Oktarina N. Anjas :

Yes.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Iya.


8. Rikardi Santosa :

Yes, many of that. Being submissive too much to my desire is one of my very big trouble that still buried inside of me. Sometimes it makes me abandoning other things that should be done just only to fulfill my desire. For example: in the few days before test, I still watch movie on my laptop rather than studying, and abandoning the material that I should study. Another one is when I have to make and finish my skripsi soon, I just go out and hanging around with my friends and doing some wasting things. It seems like I am a person that easy to follow the ego very much. In a simple word what do it called? Lazy? Or Inconsistent? I am still confused. 


..............................................................................................................
..............................................................................................................


2. What is the difference between living and existing ?

1. Me :

Existing means you're there. That's it. Regardless of what role you have in the place you're in. Living means you're there and you both influence and being influenced by your surroundings. Surroundings needs you and so you are. Living makes you feel that you breath, you walk, you run, you do something for a reason. Living makes you feel that you're needed and you're loved.


2. Shelby M. Istiqomah :

Living: hidup. Existing: ada. Pernah nemu quote "All things that live exist. All things that exist may or may not be living." Semua yang hidup itu ada, tapi ga semua yang ada itu menikmati hidupnya. Got it?


3. Nadya El Khair  :

Menurut saya, living berarti wujudnya exist, but exist belum tentu wujudnya ada, namun dia dapat dirasakan keberadaannya maupun dikenang. Misalnya seperti seseorang yang sudah tidak ada lagi di dunia tapi dia dikatakan masih exist. Kenapa? Karena karya-karya yang dia ciptakan masih dapat dirasakan manfaatnya sampai sekarang, misalnya Buya Hamka. 


4. Puspita Alwi  :

Oke. Ini definisi menurut perspektif gue sendiri ketika gue baca pertanyaanya. Menurut gue living and existing adalah dua hal yang berkaitan. Kita tidak bisa exist jika kita tidak hidup, dan meskipun hidup adalah bukti dari eksistensi akan tetapi tidak berarti ketika kita hidup kita sudah benar-benar eksis di dunia ini. Gue sendiri mengartikan eksistensi sebagai bukti nyata dari kehidupan yang dijalankan di dunia ini. Eksistensi adalah ketika peran kita memiliki signifikansi bagi orang-orang di sekeliling kita. Jadi bagi gue ketika seseorang benar-benar ingin dikatakan hidup, dia harus memiliki eksistensi, baik bagi dirinya sendiri atau bagi orang-orang di sekelilingnya. Selama hidup, kita bisa memilih ingin mengambil peran apa dari sekian banyak peran di dunia ini. Ketika kita memutuskan untuk menjalani hidup apa adanya dan tidak mencari eksistensi diri kita di dalam kehidupan itu sendiri, maka mungkin kita belum benar-benar hidup. Dengan kata lain, eksistensi memberikan makna bagi kehidupan yang sedang kita jalankan saat ini.


5. Dhayika Anintia Besari  :

Existing : kamu berada di masyarakat, mereka mengenal namamu, lalu kamu mati begitu saja.
Living          : kamu berada di masyarakat, berbaur, memberi manfaatmu pada orang lain, mereka mengenal nama dan peranmu, lalu kamu tetap hidup setelah kamu mati.


6. Oktarina N. Anjas :

These two words holding the same means, but different weight. Living is like fully 'live-ing' your life, like making the best of your time in this world, in this moment, for you to actually feels like human being, and being able to enjoy it the fullest, for every breath that you take, for every good and every bad happen, for every sweat, every tears, and everything that make you feels like you’re alive. That makes you thanks about it. The feels of being alive, is "living"

Meanwhile..
Existing is like you are there but nowhere. Like you stand here, but you feel like you dont. Other people see you but your eyes wonder where are you going. You’re here in this world, doing everything but nothing to prove your eyes that you're alive, that you got a life, you got a breath, a heart that pumps that not everyone is lucky enough to have but you dont feel like you belong in these 'lucky population'. You just.. see the world rotating without you actually move from the place.

Yes, you’re exist. Yes, you do your work. Yes, you do what you should do as a worker, or a student, or a human that functions, but you feel nothing that can make you actually feel 'exist' or maybe 'alive'.

So the difference is 'the alive feeling'.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Kalau hidup hanya sekedar jalani hak dan kewajiban kita. Kalau existing kaya butuh pengakuan dari orang lain.


8. Rikardi Santosa :

Living is EXPLORING while existing is just STUCKING. Living is be brave to face the world, try something new, explore the knowledge and point of views, and get out from comfort zone. Existing is just being comfortable in one condition and do some works only to fulfill the temporary target at that time. 


Maybe for example is when you study. People have different purposes why they study. Some people do study just to pass the exam, targetting good score, and making people acknowledge them as a clever student. They do not comprehend the essential of what they are studying for and they do that way again and again in stuck condition. But other people do study to understand the material and then reflecting the material to their life, even for nowadays or for the future time, or perhaps for their past. Their priority is not ambition to reach high score or something like that. They explore what they learn and sometimes create something new, kind of invention in someday.


..............................................................................................................
..............................................................................................................



3. Have you ever cried because you were so happy?

1. Me :

Yes. I had plenty of them. Tapi yang paling berkesan itu adalah sekitar bulan Mei/Juni yang lalu. By the way, tahun ini bisa dibilang tahun dimana aku melakukan 'proses perubahan kearah yang lebih baik' lebih drastis daripada tahun-tahun sebelumnya. Proses perubahan itu sudah dimulai sejak bulan Januari lalu, dan masih berjalan hingga detik ini. Namun puncaknya ada di bulan Mei tersebut. Ketika aku merasa aku tidak membutuhkan apapun selain Dia, ketika aku merasa semua usaha yang aku lakukan sepertinya sangat didukung oleh-Nya, ketika suatu hari aku menonton video dari seorang ustadz luar biasa yang link nya bisa dilihat disini dan tiba-tiba semuanya terasa melankolis, seolah-olah Allah memberi jawaban-Nya lewat video tersebut.. 


2. Shelby M. Istiqomah :

Yes, definitely I have. A lot.


3. Nadya El Khair :

Seinget saya, belum pernah.


4. Puspita Alwi :

Sering. Nggak tau sih, mungkin memang anaknya baperan aja. Gue cukup sering menangis di momen-momen yang membahagiakan. Biasanya ada 2 hal yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu terharu dan flashback terhadap hal-hal yang udah dilalui hingga bisa sampai ke momen bahagia itu. Mungkin contohnya ketika gue diterima di universitas gue sekarang, gue nangis karena gue ngerasa senang dan gue flashback proses yang gue hadapi selama ini. Di psikologi ada istilah yang disebut katarsis, yaitu proses mengeluarkan energi-energi yang selama ini mungkin tertahan atau tidak terungkapkan. Cara mengeluarkannya bisa dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menangis. Ketika merefleksikan perasaan-perasaan yang selama ini kita simpan dan tertahan, dan tentunya setelah itu kita akan merasa sangat lega.


5. Dhayika Anintia Besari :

Tentu!  Misalnya ketika bisa memberi sedikit kebahagiaan kepada orang tua. Waahhhh... hal ini semakin membuat hasrat untuk membuat mereka bahagia lebih membara lagi.


6. Oktarina N. Anjas :

Yes. I need those feeling again.


7. Quarto Nanda Alfikri  :

Pernah.


8. Rikardi Santosa :

I think it is rare happened to me. If I am in condition super happy, I often get speechless, calm for a while, taking a smile instead of crying. Maybe crying happened when I am very sad, or perhaps in the time I should separated with something that I don’t know when the time I can grab that thing again.


..............................................................................................................
..............................................................................................................


4. When was the last time you wrote a letter to someone on paper?

1. Me :

As I remembered, last time I did it is when I was in highschool, on the days before leaving dormitory. I wrote many of them. 


2. Shelby M. Istiqomah :

If letter means "surat yang amat panjang pakai 'kepada Yth’ dan tanda tangan dibawahnya", kayaknya udah lamaaaaaa banget sampai ga inget kapan. Instead of letter on paper, lebih sering langsung lewat online chat sih, cuma teuteup ya 'romantic feel' nya lebih dapet kalau pake kertas. Heuheu.


3. Nadya El Khair :

Surat?? Hmm.. mungkin kalo surat yang ditulis atas dasar kerelaan udah lama. Tapi bulan Agustus lalu, pas jalan-jalan kelas, kami semua disuruh membuat pesan dan kesan untuk setiap orang di kertas. Apakah itu bisa digolongkan surat?? Kalau iya, maka bulan Agustus adalah bulan terakhir saya mengirim surat. 


4. Puspita Alwi :

3 hari yang lalu. Gue cukup sering menuliskan surat-surat kecil selama gue kuliah. Hal ini karena gue tergabung dalam satu organisasi dan gue sangat bangga dan mengapresiasi orang-orang yang ada di sekeliling gue. Sehingga gue seringkali menulis surat kepada mereka untuk mengapresiasi, menyemangati, dan menyampaikan rasa sayang kepada mereka. Menurut gue itu salah satu cara untuk bisa menjalin kedekatan dengan mereka dan menjaga hubungan dengan orang-orang di sekeliling gue.


5. Dhayika Anintia Besari :

Hmm... kira-kira 2 tahun lalu (sudah cukup lama wkwkwk). Surat yang ditulis untuk keluarga pertama di FK UA. Yeappp MY KK. Jadi waktu itu surat tersebut ditujukan buat bersama dan ada surat yang ditujukan untuk perorangan. Yang boleh dibaca bersama hanya surat untuk bersama. Dan yang untuk perorangan hanya boleh dibaca di kamar masing-masing dengan kondisi khusyu’.  Dan beberapa diantara kami menangis....


6. Oktarina N. Anjas :

Is post-it note count? If so, then last friday (September 30th), I did it.
If dont, hmm, it's long time ago, then.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Beberapa bulan yang lalu.


8. Rikardi Santosa :

If you said "wrote a letter in literally paper", maybe one and half months ago. Just a simple paper (seriously, it's just a paper which I ripped off from my small notebook) with a short texts to my new roommate for saying hello and telling him I am gonna be his new roommate. But if you said "wrote a letter with medium-long write with the words 'Dear blablabla.... and Sincerely Blablabla..'", I got it on email about 3 weeks ago (in idul Adha) to my sensei-sensei (somepart I call them friends) for greeting them as I left that place in a couple of weeks. 


..............................................................................................................
..............................................................................................................


5. If you had a friend who spoke to you in the same way that you sometimes speak to yourself, how long would you allow that person to be your friend?

1. Me :

Based on how I usually talk to myself, how I console myself everytime hard times slap me in the face, I'd allow her/him to be my forever friend.


2. Shelby M. Istiqomah :

I tend to keep a friend forever. I mean, once someone be our friend, why should we toss them away.


3. Nadya El Khair  :

Sebenarnya saya juga tidak tahu bagaimana cara saya berbicara dengan diri saya sendiri :"D


4. Puspita Alwi :

Mungkin selamanya. Karena gue senang ketika teman-teman gue bisa berbicara sebagaimana gue berbicara kepada gue sendiri. Gue akan merasa dipahami dan dihargai. Gue akan ngerasa nyaman berteman dengan orang itu. Akan tetapi yang gue artikan sama disini adalah caranya, terlepas dari konten yang disampaikan. It’s okay kalau kontennya berbeda dengan opini gue, asalkan dia menyampaikannya dengan baik.  Akan tetapi nggak menuntut semua orang akan seperti itu sih, karena setiap orang pasti punya preferensi dan cara yang berbeda-beda dalam interaksi dengan orang lain. Gue pribadi senang dengan perbedaan itu, karena gue jadi belajar untuk memahami perbedaan tersebut dan alasan dibalik sikap orang tersebut.


5. Dhayika Anintia Besari :

Selamanya.... 
Berarti ada kesamaan diri kita dengan dia. Dan mungkin kamu bisa sangat cocok dengannya.


6. Oktarina N. Anjas :

Assume that I speak to mysef so low and sometimes so high, so I dont know which one it mentions, but I pick the 'low' one.

How long would I allow them to be my friend?
As long as I need to grab the reality view of my problem. 

I tend to speak on my own, for myself. Sometimes, I tend to be my own friend, my own counselor, my own twins, and etc. And if there is a friend of mine that can require to be these 3 positions, she can be 'my friend for life'.

But if they are the one who thinks like the low version of myself, the one who unconfidently confident to view so low of myself, then maybe I allow myself to grow apart from her. Or maybe, I’ll build a wall between us, so I can be her 'so called friend' and best listener, but she actually just a person I hangout with.


7. Quarto Nanda Alfikri :

Berapa lama?? Mungkin tak ada batasan waktu untuk berteman.


8. Rikardi Santosa :

Forever, because I think that kind of person understand about me actually, know my character, and know my way of thinking. Perhaps me and my friend like that have same ideas and the way of thinking as me.


...........................................................................................................
...........................................................................................................


TBH I was a bit pessimist starting this project. They're actually just pretty simple questions, "apa pertanyaan seperti ini bener-bener perlu jawaban banyak orang?" But shortly after I finished this, I'm hugely satisfied with the results! Apalagi pertanyaan-pertayaan selanjutnya bakal lebih challenging dan 'memaksa berpikir'. (Sepertinya) bakal lebih memperlihatkan bahwa beda orang beda pemikiran :)


If any of you want to submit your asnwers, immediately share yours in comment section down below :))

Happy reading and stay tune for the next part!~


0 comments:

Post a Comment