Belajar memahami itu susah.
Serius.
Susah banget!
..............................................................................................................
Mari kita bahas per-kasus. Kasus pertama: misalnya kamu bertemu seseorang yang tidak kamu kenal, dan orang tersebut tidak terlihat seperti 'orang baik-baik'. Sikapnya mengerikan. Perbuatannya nauzubillah. Kata-katanya? Butuh disensor! Judging langsung terlontar secara tidak sadar. 'Wah, ni orang ga bener nih!' atau 'jangan sampai deh keluarga gue ada yang begini' atau 'bener-bener deh ni orang minta dilaknat Allah!' 'atau 'sampah masyarakat asli dah!' atau komentar-komentar miring tak terhingga lainnya.
Lalu kasus kedua: tanpa tahu apa yang sedang terjadi, tiba-tiba seseorang yang selama ini dekat denganmu menjauhimu. Tanpa sebab. Tanpa kata. Kamu pun bertanya-tanya. Apa aku ada salah? Seberapa besar? Kenapa dia tidak terus terang? Awalnya pada nyalahin diri sendiri. Tapi sebagian kemudian merasa 'bosan', dan akhirnya menyalahkan orang tersebut. 'Ih kalo emang ga sreg bilang aja kali, gimana sih jadi orang?' atau 'mentang-mentang udah ga butuh lagi, gue ditinggalin' atau prasangka-prasangka buruk lainnya.
Lalu kasus ketiga: ini mungkin yang paling sering terjadi. Kesalahpahaman via short message/chat di gadget! Hanya karena jawaban yang diberikannya singkat dan 'disingkat-singkat', hanya karena tidak ada tanda baca atau emoticon yang menyatakan emosi/perasaan, kamu berasumsi bahwa 'wah, sombong banget!' atau 'eh, dia marah ya?' atau kesan-kesan tidak mengenakkan lainnya.
Lalu kasus keempat: bisa dilihat disini.
Dan seribuan, sejutaan kasus lainnya yang tidak mungkin dipaparkan semuanya disini.
.............................................................................................................
I know it's normal to have 'first impression' atau kesan pertama terhadap segala sesuatu. Memberikan 'kesan pertama' tidak membutuhkan usaha, ga bikin 'capek', ga bikin mikir, karena dia hadir secara tidak sadar. Apa yang terlihat, itu yang ternilai secara otomatis! Selesai. Kita puas.
Sedangkan, 'memahami' sangat atau sedikit membutuhkan usaha! (Tergantung masing-masing individu). Ketika kamu berusaha untuk memahami, secara tidak langsung kamu 'dituntut' untuk berpikir. Memikirkan sejumlah kemungkinan-kemungkinan 'kenapa ya dia jadi begitu?' atau 'apa sih alasannya kok dia mau-maunya ngejalani hidup mengerikan kayak gitu?'.
Dan kita tidak hanya dituntut untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan alasannya, tapi juga dituntut untuk memahami/menerima bahwa kemungkinan-kemungkinan tersebut MUNGKIN terjadi. Dan aku rasa banyak yang gagal di tahap ini (including me!).
"Okelah. Mungkin dia lagi ada masalah. Mungkin dia lagi ada sesuatu. Ya kita gatau lah ya, setiap orang punya benang kusut masing-masing."
Kemudian pemikiran itu (sering) dipatahkan oleh pemikiran baru "Ya tapi ga gitu juga kali! Harusnya dia profesional dong. Jangan karena lagi ada masalah, yang lain jadi kena imbasnya juga!"
Atau "Ya, sih. Mungkin kehidupannya emang keras. Tapi harusnya dia masih bisa mikir dong, mana yang bener mana yang nggak. Kalo gini kan akhirnya jadi sampah masyarakat doang tu orang mah!"
......
It happened. So often.
......
Menilai itu mudah. Memahami itu sulit. Tapi Allah sudah menciptakan kita sepaket dengan kemampuan tuk 'belajar'. Awalnya memang kepayahan, karena sometimes menaklukkan ego sendiri itu jauh lebih susah daripada menaklukkan ego orang lain. Ini hanya masalah pembiasaan. Belajar membiasakan yang baik. Belajar membiasakan berpikiran baik terhadap segala sesuatu.
..........
Karena,
sekali lagi.
Kamu tidak akan pernah tahu.
Karna kamu bukan dia.
Karna kamu bukan Tuhan.
0 comments:
Post a Comment