Kubuang saja semuanya ke bak sampah, biar dikunyah oleh kucing kelaparan. Atau kutenggelamkan di lautan, biar lautan penuh sampah bertebaran. Atau ku bakar saja di pekarangan, biar asapnya menyesakkan pernapasan. Atau kumakan saja semuanya, biar sesaat kemudian aku dimakamkan.
Tapi kemudian, azan berkumandang. Dan aku teringat, Allah sudah lama ku"lupakan".
.....................
Dengan ke Maha Cinta-an-Nya terhadap hamba-Nya, Dia berlari dan memeluk mengatakan "Aku melihatmu sayang. Aku telah bersamamu dan bersama masalahmu."
Kemudian merangkul dan melanjutkan, "Ini semua sandiwara. Aku menciptakan kesengsaraan agar kau kapok dan tidak lagi ingin merasakannya. Jika hanya dengan sentilan fitnah saja kau sudah tumbang, bagaimana kau akan melawan neraka yang Kubuat?"
Kesadaranku mendaki perlahan. Dia meneruskan, "Aku tidak ingin kau mencicipinya, kau tidak akan tahan. Biarlah para pembangkang saja yang merasakannya. Kau jangan. Oleh karena itu Aku beri kau pertanda-pertanda. Tapi mengapa kau tutup mata dan telinga? Disaat sepersekian detik lagi waktumu akan binasa?"
Melalui lima pertemuan wajib dalam sehari, melalui keromantisan di setiap sepertiga malam terakhir, melalui setiap bibir yang berzikir, Dia menerima segala pengharapan dan keluh kesah. Kecuali dari si sombong yang dikata sanggup mengatasi semua.
.......................
"Dunia ini sudah cukup melelahkan. Jangan kau sambung jua kelelahan, ketakutan, dan kesakitan itu di pekuburan. Tidakkah kau ingin suatu saat nanti bisa beristirahat dengan tenang tanpa siksaan?".
0 comments:
Post a Comment