INTERNE 16 April - 2 Juli 2018
Ruang Konferens lt. 3
Sebenernya pengen bikin redaksi judul dengan kalimat lain seperti "Internal Medicine Q&A" or "Ramadhan Indah Bersamamu" or "1/4 Tahun di Gedung Pink" or "1/4 Tahun bersama Lontong Etek" dan lain-lainnya. Tapi supaya judulnya lebih bisa dipahami banyak orang jadi yasudah. Begini saja ya.
Hai!
Seharusnya ini adalah postingan ke-9 di topic "Medicine" karena Penyakit Dalam atau sebut saja Interne ini adalah siklus ke-9 yang aku jalani selama koas. Tapi karena berbagai faktor seperti kemageran (!) dan sebagainya, 7 siklus yang lain jadi ga sempat ditulis.
Tapi setelah dipikir-pikir, life lessons dan segala macam yang aku dapat di siklus-siklus sebelumnya itu ternyata terangkum semua disini. Apalagi aku ngejalaninnya lebih lama yakni 11 minggu which is normalnya 9 minggu due to libur lebaran.
Mari kita buka postingan kali ini dengan mengucapkan "Alhamdulillah, selesai juga Interne ini dijalani." (insyaAllah, aamiin, semoga lulus)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
So these are the big 3 lessons I've got.
Pelajaran Pertama : BERHENTI MENGELUH
Ini adalah hal puaaaaliiiing susah untuk dilakukan. Gimana yak. Like I've told you before, just because you're soon to be a doctor or already a doctor, lo ga bisa capek dan lo ga boleh ngantuk tengah malam dan sebagainya. Yes. Interne adalah siklus paling menguras tenaga yang pernah aku jalani. Sampai-sampai di suatu hari pada tanggal 26 April 2018, pas lagi jaga malam, pukul 20.30 aku pernah naik ke kamar koas terus duduk terus nangis sendirian. Karena apa? LITERALLY karna capek.
Hari itu kebetulan jadwal aku sangat padat. Paginya maju BST (Bed Site Teaching) dan berlanjut dengan maju pas visite pasien (karena aku megang pasien konsulennya). Belum lagi ngerjain daily activity (sebut saja: orderan) yang patah satu tumbuh seribu. Ditambah dengan waktu itu teman jaga malamnya ada yang tidak kooperatif alias 'pato' dan orderan jaga kali itu entah kenapa lebih catasthrope dari biasanya.
Puncaknya adalah ketika ambil darah pasien sekitar jam 19:30. Awalnya yang ngambil junior aku, tapi karena dia ga dapet, akhirnya aku yang ngambil. TAPI dengan segala kecapekan dan kemumetan yang menumpuk, aku ngambilnya jadi 'terlalu semangat' sehingga itu spuit (jarum suntik) 5 cc aku tarik terus dan akhirnya lepas dan semua darah 5cc yang ada dalam spuit itu tumpah ke kasur dan kasur pasiennya jadi berlumurah darah.
PANIK GA SEEEH T.T
UNTUNG YA ITU SI BAPAK BAIKNYA LUAR BIASA. PADAHAL ITU BAPAK BER-TATTO (which is bikin mikir macem-macem, ini bapaknya preman apa gimana, ntar kalo w digampar gimana). Si bapak-bapak yang udah w suudzon-in ini malah mengatakan dengan santai "yaudah dek ambil lagi aja nih di tangan kiri saya" sambil senyum.
SAMBIL SENYUM. Ditekankan sekali lagi. Dan bukan jenis yang mengejek gitu.
Okay fine. Kita suntik lah si bapak ini sekali lagi di lengan kirinya. Tapi ya emang dasar udah stres dan sebagainya, darahnya cuma dapet setengah (2,5cc). Jadinya ga cukup buat meriksa darah rutin, PT APTT, elektrolit, dan sebagainya. Yaudah. Nyerah. Akhirnya cuma ngirim ke labor buat periksa PT APTT.
Terus melapor lah kita ke dokter residen yang jaga hari itu, kalo darahnya begini dan begitu. Terus muka si abang residennya kayak pengen mengeluh tapi gabisa, akhirnya dia cuma menghela napas panjang. Ekspresi mukanya kayak bilang "ini anak sudah terlalu rapuh buat diomelin" jadi yaudah. Akhirnya si abang berangkat menuju si pasien dan mengambil darahnya lagi.
Alhasil, si bapak ber-tatto itu sudah disuntik 4x dalam waktu kurang dari 30 menit.
W AJA DISUNTIK SEKALI UDAH MEREEM. Jangankan disuntik, ngelepasin plester tipis abis disuntik itu aja udah meringis-ringis. Cemen.
......................................
Jadi ngelantur kemana-mana padahal tadinya mau bahas 'Berhenti Mengeluh'.
Ya, jadi begitulah netijen. Sangat susah untuk tidak mengeluh karena ya emang capek banget. Tapi kalau aja w mau berpikir dengan lebih luas, lebih open, dan lebih-lebih lainnya, kecapekan yang w rasain itu sebenernya ga ada apa-apanya.
Ga ada apa-apanya dibanding jadi pasien yang sakitnya udah pada end stage itu. Yang kayak udah nunggu ajal itu. Ga ada apa-apanya dibanding jadi keluarga pasien yang khawatir sebentar lagi anggota keluarganya akan berkurang satu. Sebentar lagi dia ga punya bapak. Sebentar lagi dia ga punya ibu. Sebentar lagi dia janda. Ya Allah. Pas emak dikuret aja w ga nafsu makan dan metroragia w kambuh. Kalo w jadi mereka, mungkin w yang mati duluan.
Apalagi setelah kemaren ngeliat berita kalo perawat di Palestine ada yang gugur kena peluru Israel (Almh. Razan). Deg! Langsung merasa kesindir gitu. Lo disini bisa bekerja dengan tenang tanpa ancaman apapun, cuma capek aja, sedangkan mereka disana selain capek, nyawanya juga terancam. Astaga betapa tidak bersyukurnya w jadi manusia.
Pelajaran Kedua : BELAJAR YANG BENER
In this kind of field, emang bener-bener ngerasa bersalah kalo belajarnya itu karena mau ujian, karena mau tampil presentasi. Lo itu belajar supaya si anak itu punya waktu lebih banyak bersama bapaknya, supaya si ibu hamil itu gajadi janda ditinggal suaminya, supaya si bapak itu bisa nemenin anaknya ambil raport dan bukannya malah tergeletak di bed rumah sakit.
Dan juga kerasa banget kalo dampak dari yang lo lakuin sehari-hari itu cuma 2, bikin lo lebih deket ke surga atau ke neraka. Karena aku pernah baca ada 3 jenis ilmu yang pertanggungjawabannya besar, ya salah satunya ini. Ilmu yang dipakai buat bekerja sehari-hari (kira-kira begitu redaksinya).
Waktu di siklus Mata, kebetulan aku dapat preseptor (dosen pembimbing) yang mantep luar biasa, dr. Getry Sukmawati, Sp.M(K). Sekarang sih bilangnya luar biasa, padahal dulu pas dijalani stresnya bukan main. Wkwkw. Kalimat tersering yang keluar dari mulut ibuknya kalo presentasinya lancar dan pas selesai ujian terakhir adalah "enak kan belajar?" sambil senyum keibuan yang sangat lovely.
I could say she's one of the BEST teachers I've ever had. Yang benar-benar 'mengajarkan'. Yang memotivasi. Yang kalo kita lagi tampil presentasi terkesan menyeramkan (emang serem sih, bukan 'terkesan' lagi), tapi pas ujian baik luar biasa. Baik disini bukan berarti ngelulusin gitu aja. Nope. Pertama duduk didepan ibuknya buat ujian lisan itu, kata-kata yang beliau ucapkan adalah "Yak, Bunga. Berdoa dulu. Bawa tenang dulu." Kemudian aku menghela napas panjang kayak orang mau apnu dan mulai mengucap astaghfirullah (karena merasa malu buat minta supaya ujiannya lancar padahal ibadah kacau balau).
Pas lagi ujian dan ngomong panjang lebar, ibuknya manggut-manggut sambil makan kacang. Pas dibagian yang kita tersendat, beliau kayak men-encourage gitu. Pokoknya soo menenangkan. Dan diakhir, disebutin gitu nilai kita satu persatu, dan yang nilainya masih kurang disuruh ujian lagi supaya nilainya bisa sama tinggi. Bener-bener bikin terpacu dan nafsu bersaing itu muncul ke permukaan.
Pelajaran Ketiga : DEALING WITH PEOPLE
Khusus bagian ini aku sengaja tulis di 1 postingan terpisah, silakan di click:
............................................................................................................
That's all I could say. Semoga bermanfaat. Dan mohon doanya semoga w lulus. Aamiin.